REVITALISASI PARADIGMA “LONG LIVE EDUCATION ”
MELALUI KONSEP PENDIDIKAN
“LAA TA’KHUDUHU SINATU WALAA NAUM”
(Pendidikan yang Tiada mengenal kantuk dan
tidur)
Oleh : Untung Riyanto,S.Pd.I
Cikendung, Pulosari, Pemalang
Ditengah-tengah tuntutan sertifikasi dan peningkatan kualifikasi pendidikan bagi para guru, anda
yang telah berusia lebih dari 40 tahun bagaimanakah cara anda untuk menyikapi tuntutan
tersebut, apakah anda akan menyikapinya
dengan santai seperti tak ada tuntutan apa-apa? Ataukah mungkin berfikir acuh
untuk menghentikan segala proses pendidikan pada diri anda karena merasa sudah
udzur?. Ketika proses pendidikan telah mati termakan usia, atau mungkin
berhenti karena karena tertidur, berarti ketika itu kita semua telah mengunci
rapat-rapat pintu gerbang kemajuan dimasa depan, dan menghapus sejarah dimasa lalu.
Sebab hanya dengan proses pendidikanlah manusia mempersiapkan diri untuk
menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan mengambil pelajaran dimasa
lalu. Dengan terputusnya proses pendidikan kita benar-benar “memasung” diri didalam segudang
problematika kehidupan dengan kata lain kita tak mungkin bisa meyelesaikan
berbagai macam persoalan hidup tanpa adanya suatu proses pendidikan, hal ini
karena hidup itu sendiri adalah sebuah pembelajaran dan hampir dari setiap
gerak-gerik dan pemahaman manusia adalah hasil dari proses pembelajaran. Inilah
yang menjadi paradigma awal bahwa pendidikan harus berlangsung secara kontinyu
selama manusia masih membutuhkan kehidupan. Untuk itulah penulis melalui
pendekatan religi mencoba mengemukakan sebuah konsep pendidikan yang berlangsung
secara kontinyu dan berkesinambungan tanpa mengenal kata akhir. Konsep
pendidikan tersebut tercermin dalam sebuah kalimat “Laa ta’ khuduhu sinatu walaa naum” (
Dialah yang tidak mengenal kantuk dan
tidur ), sebuah kalimat yang kerap mengalun diantara kedua bibir ketika
sedang berzikir usai shalat mahgrib dan shalat subuh. “Ayat kursi”…ya Ayat kursi, itulah nama ayat itu, sebuah ayat
yang diyakini mengandung kekuatan meta
fisik untuk mengusir para makhluk halus. Tetapi tahukah anda? dibalik
ayat-ayat yang “sakral” itu, ternyata
terimplisit sebuah konsep pendidikan “mutakhir”
yang perlu di perhitungkan, karena dalam hal ini penulis memandang adanya
titik relevansi dengan usaha pemerintah dalam upaya memenuhi Standar Nasional
Pendidikan yang tertuang dalam UU No 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Konsep pendidikan yang paling nyaring
terdengar dalam ayat-ayat tersebut adalah mengenai konsep pendidikan seumur hidup (
Long Life Education ) atau dalam bahasa ayat kursinya disebut laa ta’khuduhu
sinatu walaa naum yaitu sebuah proses pendidikan yang tiada mengenal
lelah, kantuk apalagi tidur (vacum).
Inilah sebenarnya sebuah solusi yang realistis
bagi para pelaku pendidikan jika menginginkan terwujudnya kemajuan di dalam
dunia pendidikan. Yang menjadi sasaran konsep ini adalah para pelaku yang
terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Yaitu pendidik, peserta didik, penyelenggara
dan pengelola pendidikan serta masyarakat sebagai kontrol sosialnya. Jika
mereka semua “mendambakan” terwujudnya
pendidikan yang berkualitas maka dituntut sebuah kerja keras tanpa mengenal
lelah, lesu, kantuk atau bahkan tidur. Berarti disini diperlukan adanya pengabdian total dari para pelaku
pendidikan itu, bukan komitmen yang setengah-setengah yang mudah layu (temporary). Karena untuk menghadapi
tantangan-tantangan pendidikan di Era
Globalisasi tidaklah cukup dengan komitmen yang setengah matang, dengan
kerja keras dan komitmen total dari
para pelaku pendidikan itulah diharapkan tercapai hasil yang optimal yaitu
berupa kemajuan dalam bidang pendidikan sesuai dengan tujuan Sistem Pendidikan
Nasional.
Konsep Pendidikan Dalam Perspektif
Ayat Kursi
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa konsep pendidikan yang
terkandung dibalik rangkaian huruf Ayat-ayat Kursi jauh lebih luas dan dalam
dari apa yang akan saya kemukakan, tetapi yang nampak elegan dimata penulis ialah mengenai konsep Pendidikan Seumur Hidup (
Long Life Education ) dan penulis telah berupaya menguraikan
mutiara-mutiara tersebut sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki penulis.
Didalam khasanah pendidikan konsep Long
Life Education telah dikenal sejak lama,
konsep ini merumuskan suatu azas bahwa pendidikan ialah suatu proses
yang terus-menerus atau kontinyu dari
buaian ibu hingga sampai di liang lahat. Di Indonesia konsep pendidikan seumur
hidup ( Long Life Education ) mulai
di masyarakatkan melalui kebijakan negara yaitu ( TAP MPR. No IV/MPR/1973, TAP
MPR No IV/MPR/1978, tentang GBHN ). Didalam GBHN dinyatakan bahwa “ pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan didalam lingkungan rumah tangga,
sekolah, dan masyarakat karena itu pendidikan ialah tanggung jawab bersama
antara keluarga masyarakat dan pemerintah”. Untuk itulah penulis memandang
perlu adanya revitalisasi terhadap paradigma pendidikan seumur hidup dengan
upaya menggali mutiara-mutiara terpendam dibalik makna Ayat Kursi. Adapun
konsep pendidikan seumur hidup ( Long Life
Education ) yang terimplisit dibalik makna Ayat-ayat kursi dapat di uraikan sebagai
berikut :
Ø
Pendidikan
tanpa mengenal batas waktu
Didunia ini dikenal ada 24 jam dalam waktu sehari semalam, berarti dalam
konsep ini dituntut adanya proses pendidikan selama 24 jam non stop. Pendidikan 24 jam non
stop bukan berarti terjadi proses pendidikan yang tidak mengenal isturahat,
24 jam non stop disini tetap mengenal
istirahat, akan tetapi istirahat di sini adalah bagian dari proses pendidikan
itu sendiri yang memiliki muatan-muatan pendidikan, contoh :
a. Tidur dalam konsep pendidikan ini
adalah sebuah proses pembelajaran yang wajib
dilaksanakan oleh peserta didik, tidur apabila dilakukan dengan cara-cara
yang benar dan sesuai dengan aturan-aturan
kesehatan dan nilai-nilai agama
akan membawa dampak positif bagi kesehatan yang justru menjadi modal utama
untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dalam konsep ini tidur
diatur sebagai bagian dari proses pembelajaran serta dilakukan bimbingan dan
pengawasan secara kontinyu dan berkesinambungan.
b.
Bermain dalam konsep ini juga merupakan bagian dari proses pembelajaran,
bermain jika diarahkan kepada
permainan-permainan yang memiliki unsur-unsur
pendidikan akan memiliki fungsi ganda yaitu sebagai fungsi rekreatif dan fungsi
pembelajaran. Dan tentunya diperlukan fasilitas permainan-permainan
yang
mengandung unsur-unsur pendidikan.
Konsep ini bukanlah hanya berupa teori
semata yang belum pernah di uji cobakan, akan tetapi justru sudah di implementasikan dalam proses pembelajaran
di Ma’had
Al-Zaytun
Indramayu, Jawa Barat yang “konon”
sebagai lembaga pendidikan terbaik di Asia
Tenggara
Ø
Pendidikan
tanpa mengenal batas usia
Pendidikan tanpa mengenal batas usia berarti menganut azas pendidikan seumur
hidup yang bertitik pada keyakinan
bahwa pendidikan berlangsung selama manusia hidup baik didalam maupun diluar
sekolah. Hal tersebut sesuai dengan prinsip “
idiologis“ yang menyatakan “ semua manusia dilahirkan kedunia mempunyai hak
yang sama, khususnya hak untuk mendapatkan pendidikan, peningkatan pengetahuan
dan keterampilan. Juga selaras dengan prinsip “ekonomis” yang menyatakan bahwa “cara yang efektif untuk keluar dari kebodohan dan kemiskinan ialah melalui pendidikan. Pendidikan
seumur hidup memungkinkan seseorang untuk :
v
Meningkatkan produktifitasnya
v
Memelihara dan mengembangkan SDM yang dimiliki
v
Memungkinkan hidup di lingkungan yang lebih
menyenangkan
v
Memiliki motifasi dan keterampilan dalam
mendidik anak-anaknya
Untuk itulah dalam rangka mencapai keberhasilan dalam dunia pendidikan,
pendidikan seumur hidup diarahkan kepada :
1.
Pendidik
Seorang pendidik yang notabene sebagai
penyalur ilmu pengetahuan justru lebih membutuhkan pendidikan seumur hidup
dalam rangka pemenuhan self intres
yang sudah menjadi tuntutan hidup mereka untuk mengimbangi lompatan waktu perkembangan zaman. Sebagaimana yang telah tertuang
dalam UU No 14 Th 2005. Pasal 8 tentang kualifikasi, kompetensi, dan
Sertifikasi. Yang menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional”. Sungguh ironis jika ada seorang pendidik yang leha-leha tidak peka terhadap kemajuan zaman, ia akan mengalami
keter belakangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kalau
pendidiknya saja seperti itu, lalu bagaimana dengan kualitas hasil produknya?. Oleh
sebab itu, tidak ada kamusnya lagi
kata-kata “udzur” atau “sudah tua” bagi para pendidik yang
ingin meningkatkan kompetensinya
melalui jenjang kualifikasi akademik yang lebih tinggi atau mengembangkan
keterampilanya melelui pendidikan yang sifatnya non formal, karena dalam pasal
10 di jelaskan bahwa kompetensi yang dimaksud diatas meliputi : pendidikan akademik, kepribadian, sosial, dan profesionalisme, yang diperoleh
melalui pendidikan profesi.
2.
Peserta Didik
Pendidikan seumur hidup sangat
perlu diarahkan dan ditanamkan kepada peserta didik dalam hal ini adalah anak-anak didik, karena mereka adalah
cikal bakal dari unsur-unsur masyarakat yang membentuk suatu negara. Negara
akan maju jika setiap pribadi dari anggota masyarakat menyadari akan arti
pentingnya pendidikan. Sebab pendidikan adalah suatu bentuk tranformasi menuju kemajuan.
3.
Pribadi yang terlibat dalam dunia pendidikan
Yaitu para pengelola pendidikan yang bertindak sebagai pengawas, tenaga administrasi, komite sekolah dan sebagainya. Karena persoalan
pendidikan semakin kompleks, pihak ini juga perlu mendapat arahan mengenai
pendidikan seumur hidup agar mereka mampu menjalankan tugasnya dengan baik
sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Demikianlah setetes makna yang dapat penulis tangkap dalam lautan makna
dibalik kata Al-Hayyu ( Yang Maha Hidup ) yang terdapat di
dalam Ayat Kursi.
Ø
Pendidikan
tanpa mengenal batas wilayah
Lahuu Maa Fiissamaawaati Wamaa Fiil ardhi ( bagi-Nya apa-apa yang ada di dalam bumi dan apa-apa yang ada di
langit ). Seperi apa yang telah disabdakan Nabi Muhammad S.A.W yang
menyatakan “carilah ilmu walau sampai ke
negeri Cina” . Ayat Kursi menyajikan konsep pendidikan tanpa mengenal batas
wilayah. Menurut ayat ini setiap individu bebas mencari dan mendapatkan
pendidikan dimana saja sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Selagi masih
memiliki kemampuan materil maupun non materil sebagai fasilitasnya, individu
dipersilahkan memburu ilmu pengetahuan dan tekhnologi seluas bumi dan langit.
Ø
Pendidikan
tanpa mengenal keterbatasan dana
“Jer basuki mawa bea” itulah kata pepatah Jawa yang mengandung
arti bahwa “segala sesuatu yang akan
menuju kemajuan itu tidak terlepas dari biaya” . Begitu juga pendidikan
yang sangat membutuhkan fasilitas dalam kegiatan operasionalnya aspek pendanaan
memegang peranan penting. Semakin lengkap fasilitas pendidikan maka akan
semakin mudah kegiatan operasionalnya. Untuk itu, agar tercipta kemajuan,
pendidikan harus berdiri kokoh dan ditopang dengan pendanaan yang memadai,
dalam bahasa Ayat Kursinya disebut Al-Qoyyum
(Yang Maha Kokoh Berdiri ). Sehingga dengan ditopang dengan pendanaan yang memadai
diharapkan tidak terjadi lagi keterbatasan
dana yang menjadi faktor penghambat kemajuan pendidikan. Oleh sebab itu penyelenggara
pendidikan ( pemerintah ) sudah
seharusnya memberikan perhatian yang serius dalam persoalan ini.
Ø
Pendidikan
tanpa mengenal batas biaya
Al-Qoyyum dalam ayat ini juga
bermakna “Yang Maha berdiri dengan
sendirinya” . Maka ayat ini menyatakan bahwa pendidikan
harus tetap berdiri walau terjadi kekurangan biaya. Pendidikan membutuhkan
biaya!... betul sekali, tetapi bukan berarti proses pendidikan menjadi layu
atau bahkan berhenti ( tidur ) ketika
terjadi kekurangan biaya. Dengan biaya yang sangat minim sekalipun tentunya
masih bisa dilakukan proses pendidikan secara sederhana, seperti apa yang
pernah terjadi di zaman kolonial yang belum mengenal fasilitas seperti sekarang.
Di zaman kolonial proses pendidikan terjadi secara sederhana dengan fasilitas
seadanya tetapi semangat pendidikan mereka tidak pernah padam ( tidur ).
Ø
Pendidikan
tanpa mengenal status sosial
Di dalam konsep ini, pendidikan tanpa mengenal status sosial berarti
pendidikan yang menerapkan prinsip “keadilan
sosial”, artinya dalam proses pendidikan harus menerapkan prinsip keadilan
kepada dua oposisi biner yang
senantiasa berhadapan sebagaimana
pernyataan Ayat Kursi “Walaa Yahuduhu Hifdzuhuma” ( Dan
Allah tidak keberatan menjaga keduanya ). Kedua oposisi biner tersebut adalah
bumi dan langit, tetapi dalam konsep pendidikan yang dimaksud dengan oposisi
biner adalah laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, atasan dan bawahan,
serta guru dan murid. Proses pendidikan harus menerapkan prinsip “keadilan”
kepada dua oposisi biner tersebut sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Ø
Pendidikan
yang tiada mengenal rasa puas
“Di atas langit masih ada langit” itulah
pepatah yang biasa kita dengar sebagai gambaran begitu luasnya ilmu Allah SWT
yang tiada memiliki batas. Ayat Kursi menyatakan “Ya’lamu Maa Baina Aidiihim Wamaa
Kholfahum” ( Allah mengetahui apa-apa yang ada dihadapan mereka
dan di belakang mereka ). Konsep ini mengandung arti bahwa pendidikan harus
senantiasa meningkatkan prestasi dan kualitasnya tanpa mengenal akhir dalam
mencapai kemajuan, sehingga terjadi inovasi tiada henti dalam dunia pendidikan
yang sanggup mengimbangi lompatan waktu
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tidak pernah berhenti.
Ø
Pendidikan
yang berorientasi kemajuan dan cita-cita luhur
“Wahuwal Aliyyul Adziim”
( Dan Dialah Yang Maha tinggi Lagi Maha Agung ). Demikialah Ayat Kursi
mengisyaratkan bahwa pendidikan tidak semata-mata berorientasi pada karier
yang finishnya
adalah kesejahteraan materi belaka, akan tetapi pendidikan harus berorientasi
pada kemajuan dan cita-cita yang luhur sesuai dengan kepribadian dan cita-cita
Bangsa Indonesia.
Untuk itu tuntutan sertifikasi bagi guru janganlah dinilai hanya sebatas
kesejahteraan materi, tetapi harus lebih ditujukan kepada peningkatan mutu pendidikan
dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa indonesia.
Agar tercipta proses pendidikan yang
kondusif sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam konsep ini maka diperlukan
kerja keras untuk menerapkan proses pendidikan yang berkesinambungan, diperlukan
juga kerja sama yang utuh dan pengabdian total dari para pelaku yang terlibat
dalam proses pendidikan.Wassalam
Cikendung,
12 Maret 2009
No comments:
Post a Comment