URGENSI
MURSYID DALAM TARIQAT
Secara luas, kata mursyid berasal dari ‘irsyad’ yang artinya
petunjuk. Sedangkan pelakunya adalah mursyid yang artinya orang yang ahli dalam
memberi petunjuk dalam bidang agama. Menurut pengertian ini, yang disebut
mursyid adalah orang-orang yang ditugasi oleh Allah Swt untuk menuntun,
membimbing dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus atau benar dan
menghindarkan manusia dari jalan yang sesat. Tentu saja mereka sebelum ditugasi
oleh Allah telah mendapat pengajaran terlebih dahulu dan mendapatkan bekal yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas pembimbingan. Menurut Rasulullah Saw, bahwa
jajaran petugas-petugas Allah Swt memimpin dan membimbing umat adalah para
Nabi, para Rasul, dan para Khalifah Allah (Khulafaur Rasyidin al Mahdiyyin)
yakni Khalifah Allah dan Khalifah Rasulullah yang memberi petunjuk dan mendapat
petunjuk dari Allah Swt, Nabi bersabda :
Dari Abu Hurairah ra. menyatakan: Rasulullah Saw bersabda:
“Dahulu kaum Bani Isra’il dipimpin oleh para Nabi. Setiap seorang nabi
meninggal dunia, maka diganti seorang nabi lainnya. Maka sesungguhnya tidak ada
nabi yang menggantikan setelah aku meninggal dunia, Namun yang menggantikanku
adalah khalifah-khalifah. Maka mereka banyak mempunyai pengikut-pengikut ”,
Sahabat bertanya, “Wahai Rasul apa yang engkau perintahkan pada kami?” Rasul
menjawab, “Laksanakan baiat seperti baiat pertama kali di hadapan mereka dan
tunaikan hak-hak mereka, Kalian mintalah kepada Allah yang menjadi bagian
kalian, karena Allah Ta’ala menanyakan tentang apa yang mereka pimpin.” (HR.
Bukhari Muslim).
Pengertian Mursyid secara terbatas pada kalangan sufi dan
ahli thareqat adalah orang yang pernah membaiat dan menalqin atau mengajari
kepada murid tentang teknik-teknik bermunajat kepada Allah berupa teknik dzikir
atau beramalan-amalan saleh.
Mursyid adalah guru yang membimbing kepada murid untuk
berjalan menuju Allah Swt dengan menapaki jalannya. Dengan bimbingan guru itu,
murid meningkat derajatnya di sisi Allah, mencapai Rijalallah, dengan berbekal
ilmu syariat dan ilmu hakikat yang diperkuat oleh al Qur’an dan as sunah serta
mengikuti jejak ulama pewaris nabi dan ulama yang telah terdidik oleh mursyid
sebelumnya dan mendapat izin dari guru di atasnya untuk mengajar umat. Guru
yang dimaksud adalah guru yang hidup sezaman dengan murid dan mempunyai tali
keguruan sampai nabi Muhammad Saw. Guru yang demikian itu adalah yang sudah
Arif Billah, tali penyambung murid kepada Allah, dan merupakan pintu bagi murid
masuk kepada istana Allah. Dengan demikian guru merupakan faktor yang penting
bagi murid untuk mengantarkannya menuju diterimanya taubat dan dibebaskannya
dari kelalaian.
Dalam perjalanan menuju Allah Swt, murid wajib baginya
menggunakan mursyid atau pembimbing. Syekh Abu Yazid al Busthomi berkata :
مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ يُرْشِدُهُ فَمُرْشِدُهُ
شَيْطَان
“Orang yang tidak mempunyai syeikh mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan”.
“Orang yang tidak mempunyai syeikh mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan”.
Muhammad Amin al
Kurdi dalam kitanya yang bejudul Tanwirul Qulub fi mu’amalati ‘alamil ghulub
menjelaskan bahwa pada saat murid ingin meniti jalan menuju Allah
(thareqatullah), ia harus bangkit dari kelalaian. Perjalanan itu harus
didahului dengan taubat dan segala dosa kemudian ia melakukan amal saleh.
Setelah itu ia harus mencari seorang guru mursyid yang ahli keruhanian yang
mengetahui penyakit-penyakit kejiwaan dari murid-muridnya. Guru tersebut hidup
semasa dengannya. Yaitu seorang guru yang terus meningkatkan diri ke berbagai
kedudukan kesempurnaan, baik secara syariat maupun hakikat. Perilakunya juga
sejalan dengan al Qur’an dan al Sunnah serta mengikuti jejak langkah para ulama
pendahulunya. Secara berantai hingga kepada Nabi Saw. Gurunya itu juga telah
mendapat lisensi atau izin dari kakek gurunya untuk menjadi seorang mursyid dan
pembimbing keruhanian kepada Allah Swt, sehingga murid berhasil diantarkan
kepada maqam-maqam dalam tasawuf dan thareqat. Penentuan guru ini juga tidak
boleh atas dasar kebodohan dan mengikuti nafsu. (Amin al Kurdi, Tanwirul Qulub,
hlm.524)
Sebelum ia menjadi mursyid yang arif billahi, seseorang harus mendapat tarbiah atau pendidikan dari guru yang selalu mengawasi perkembangan ruhani murid, sehingga murid mencapai maqam ‘shiddiq’. Kemudian diizinkan oleh guru untuk membaiat kepada calon murid dengan mengajari mereka.
Tampilnya menjadi mursyid
itu bukan kehendak dirinya tapi kehendak gurunya, dengan demikian orang yang
memunculkan dirinya sebagai mursyid tanpa seizin guru maka ia sangat
membahayakan kepada calon muridnya. Murid yang di bawah bimbingannya itu akan
mengalami keterputusan. Berarti mursyid yang palsu ini menjadi penghalang
muridnya menuju Allah dan dosa-dosa mereka akan ditanggung oleh mursyid
jadi-jadian itu. (Amin al Kurdi: tt, hlm. 525)
Seluruh pembelajaran dan pengajaran serta bimbingan mesti bersesuaian dengan isi, terutama bagian dalam al Qur’an dan al Sunnah serta sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh nabi dan ulama pewarisnya. Orang yang menyandang demikian itulah yang layak dicontoh / diteladani oleh murid-muridnya, syaikh Imam Junaid al Baghdadi mengatakan :
عَلِمْنَا هَذَا مُقَيَّدٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَمَنْ
لَمْ يَقْرَإِ اْلكِتَابَ وَلَمْ يَكْتُبِ الْحَدِيْثَ وَلَمْ يَجْلِسِ
اْلعُلَمَاءَ لاَ يُقْتَدَى فِى هَذَا الشَّأْنِ
“Ilmu
kami diperkuat dengan dalil-dalil al Qur’an dan al Hadits, maka siapa yang
tidak membaca al Qur’an dan tidak menulis hadits, serta tidak duduk
sering-sering dengan ulama, maka ia tidak layak menjadi panutan di dalam
perkara-perkara (thareqat) ini”.
Dengan
keterangan di atas, mursyid semestinya adalah orang yang tergolong
ulama, pemimpin umat yang bersifat kamil lagi mukammil yakni pribadinya bersih
dan suci serta berakhlak yang terpuji, dan mampu menyempurnakan akhlak
murid-muridnya. Mursyid adalah kuat keyakinannya dan menjadi kekasih Tuhan,
membawa berkah untuk umatnya serta rahmat bagi kaumnya. Ia mengetahui berbagai
penyakit ruhani dan jasmani muridnya, mampu menyembuhkan penyakit-penyakit
tersebut atau mampu mengajarkan teknik-teknik penyembuhan dan pengobatan
jasmani dan ruhani. Mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang rumit yang
membelenggu umat dengan kekeramatan dan maunah yang diberikan oleh Allah
kepadanya.
No comments:
Post a Comment