TOKOH PENDIRI TAREKAT QODIRIYAH DAN PERKEMBANGANYA
Tarekat
Qodiriyah
adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syeikh Muhyidin Abu Muhammad
Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS. Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang tersebar di Yaman, Suriah, Turki, Mesir, India,
Kamerun,Kongo,Mauritania & Tanzania,& wilayah Asia tengah,serta di
tempat2 la,. Di indonesia,tradisi tarekat ini jg masih melekat di masyarakat
kita.Syekh Abdul Qadir al-jailani merupakan tokoh yg sgt masyhur.Namanya selalu
disebut dlm tradisi Tawasul acara2 keagamaan. Tarekat ini sudah berkembang
sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini
baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669M.
Tarekat
Qodiryah
didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama
lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost
al-Jaelani. Lahir di Nif, distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia.tahun 470
H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah
meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak
diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad
al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, dia
tetap belajar sampai mendapat ijazah dari gurunya yang bernama Abu Yusuf
al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang sama itu sampai mendapatkan
ijazah.
Pada
tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat
sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani
menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya
dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia
memimpin madrasah dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai
wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya
Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214
M). Juga dipimpinan anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603
H/1134-1206 M), sampai hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.
Sejak
itu tarekat Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang
diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika
dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru
terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah
Muhammad Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki
oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan
di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Syaikh
Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS, ini adalah urutan
ke 17 dari rantai mata emas mursyid tarekat. Garis Salsilah tarekat Qodiriyah
ini berasal dari Sayidina Muhammad Rasulullah SAW, kemudian turun temurun
berlanjut melalui Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, Sayidina Al-Imam Abu Abdullah
Al-Husein ra, Sayidina Al-Imam Ali Zainal Abidin ra, Sayidina Muhammad Baqir
ra, Sayidina Al-Imam Ja’far As Shodiq ra, Syaikh Al-Imam Musa Al Kazhim, Syaikh
Al-Imam Abul Hasan Ali bin Musa Al Rido, Syaikh Ma’ruf Al-Karkhi, Syaikh Abul
Hasan Sarri As-Saqoti, Syaikh Al-Imam Abul Qosim Al Junaidi Al-Baghdadi, Syaikh
Abu Bakar As-Syibli, Syaikh Abul Fadli Abdul Wahid At-Tamimi, Syaikh Abul Faraj
Altartusi, Syaikh Abul Hasan Ali Al-Hakkari, Syaikh Abu Sa’id Mubarok Al
Makhhzymi, Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS.
Tarekat
Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh,
maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat
gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam
tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri, “Bahwa
murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh
dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk
seterusnya.”
Mungkin
karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk
dalam kategori Qodiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan lain-lain, semuanya berasal
dari India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah,dal lain-lain. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah. Sedangkan di Afrika diantaranya terdapat tarekat Ammariyah, Tarekat Bakka’iyah, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, pencabangan tarekat Qodiriyah ini secara khusus oleh Syaikh Achmad Khotib
Al-Syambasi
digabungkan dengan tarekat Naqsyabandiyah menjadi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah . Kemudian garis salsilahnya yang
salah satunya melalui Syaikh Abdul Kaim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di
seluruh Indonesia.
Syaikh Abdul Karim Tanara
Al-Bantani
ini berasal dari Banten
dan merupakan ulama Indonesia pertama yang menjadi Imam Masjidil Haram.
Selanjutnya jalur salsilahnya berlanjut ke Syaikh Abdullah Mubarok Cibuntu atau
lazim dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Syaikh Nur Annaum
Suryadipraja bin Haji Agus Tajudin yang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya garis salsilah ini saat ini berlanjut ke
Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin.
Syaikh Al Waasi Achmad
Syaechudin
selain mempunyai sanad dari tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah juga khirkoh dari tarekat
Naqsyabandiyah dari garis salsilah Syaikh Jalaludin. Ia sampai dengan hari ini meneruskan
tradisi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah dengan kholaqoh dzikirnya yang
bertempat di Bogor Baru kotamadya
Bogor propinsi Jawa Barat.
‘Jalan’
ini diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan dan menggunakan
terminologi sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang
Rosicrucia di Eropa. Semua kaum darwis menggunakan bunga mawar (ward) sebagai
suatu lencana dan simbol dari persamaan bunyi (rima) dari kata wird (latihan
konsentrasi-mengingat Allah).
Abdul
Qadir, pendiri tarekat Qadiriyah, termasuk dalam suatu peristiwa yang
memberinya julukan Mawar dari Baghdad. Hal itu dikaitkan bahwa Baghdad telah
demikian penuh dengan para guru kebatinan (mistik), ketika Abdul Qadir tiba di
kota, maka diputuskan untuk mengiriminya sebuah pesan. Kaum mistik oleh karena
itu mengirimkan kepadanya, di pinggiran kota, sebuah bejana yang diisi penuh
dengan air. Maksudnya sudah jelas: “Cawan Baghdad sudah penuh”. Meski musim
kemarau dan di luar musim, Abdul Qadir telah menghasilkan bunga mawar yang
berkembang penuh, yang dia letakkan di atas air dalam bejana tersebut,
menunjukkan kekuatannya yang luar biasa dan juga bahwa masih ada tempat bagi
dirinya.
Ketika
tanda-tanda ini telah dibawa kepada mereka, kumpulan kaum kebatinan tersebut
berteriak, “Abdul Qadir adalah mawar kami,” dan mereka pun cepat-cepat
mengantarkannya ke kota.
No comments:
Post a Comment