TAREKAT NAQSYABANDIYAH AL- KHOLIDIAH
Syaikh Khalid Kurdi Al Usmani, QS
Tarekat
ini berhulu pada diri Nabi Muhammad SAW yang kemudian mengalir kepada Sayyidina
Abu Bakar as-Siddiq R.A, sahabat kesayangan Nabi Muhammad SAW dan khalifahnya
yang pertama, yang telah menerima ilmu istimewa seperti diterangkan Nabi
Muhammad SAW sendiri, "Tidak ada sesuatu pun yang dicurahkan Allah ke
dalam dadaku, melainkan aku mencurahkan kembali ke dalam dada Abu Bakar"
Pola
hidup bersahaja yang ditampilkan Abu Bakar ditiru para sufi pada periode
selanjutnya. Menurut riwayat, Abu Bakar pernah hidup dengan sehelai kain saja.
Ia pernah memegang lidahnya sendiri, seraya berkata, "Lidah inilah yang
senantiasa mengancamku". Kemudian untuk menjaga dari berkata-kata yang
tidak bermanfaat, Abu Bakar lazim mengulum batu kerikil.
Kedermawanan
Abu Bakar juga tak terukur nilainya. Misalnya pada Perang Tabuk, Rasulullah SAW
meminta kepada kaum Muslim agar mengorbankan hartanya. Maka datanglah Abu Bakar
membawa hartanya dan diletakkannya di antara dua tangan Rasulullah SAW, seraya
Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Apalagi yang engkau tinggalkan bagi
anak-anakmu, wahai Abu Bakar?" Jawabnya sambil tertawa, "Saya
tinggalkan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya".
Sikap
kedermawanan Abu Bakar ini merupakan kerelaan berkorban di jalan Allah. Dia
hanya menyandarkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya, dan hal ini merupakan sikap
kepasrahan yang tinggi yang kemudian dijadikan sebagai teladan bagi para sufi.
Di mata para sufi, sikap-sikap Abu Bakar seperti itu merefleksikan ahwal
(keadaan) yang selalu disandarkan kepada Allah semata. Inilah, yang oleh kaum
sufi dianggap sebagai benih-benih akhlak para sufi.
Oleh
sebab itu, kendatipun di abad 1 Hijriah orang Islam belum mengenal istilah
tasawuf, tetapi benih-benihnya sudah tampak, seperti pada diri Abu Bakar. Dan
pada masa itu banyak sekali ditemui perilaku atau sifat-sifat yang dimiliki
Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya, yang mencirikan pengajaran dan amalan
ilmu tasawuf.
Tarekat
yang diterima Abu Bakar yang nantinya populer dengan nama Tarekat
Naqsyabandiyah Al-Khalidiah telah mengalami pergantian penyebutan beberapa
kali. Dalam silsilah keguruan tarekat ini, Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq berada
pada urutan pertama. Periode antara Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq sampai
Sayyidi Syaikh Abu Yazid al-Bistami, yang nama aslinya Tayfur ibn Isa ibn
Surusyan al-Bistami dan berada pada urutan kelima, dinamakan "Shiddiqiah".
Periode antara Syaikh Tayfur sampai Sayyidi Syaikh Abdul Khalik Fajduani,
silsilah kesembilan, dinamakan "Tayfuriah". Periode antara
Khawajah Abdul Khalik Fajduani yang lahir di daerah Uzbekistan itu sampai
Sayyidi Syaikh Bahauddin Naqsyabandi, silsilah kelimabelas, dinamakan
"Khawajakaniah". Diambil dari istilah Khwajagan (= tuan guru
yang bersilsilah). Periode antara Syaikh Bahauddin Naqsyabandi sampai
Sayyidi Syaikh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar, silsilah kedelapanbelas,
dinamakan "Naqsyabandiyah".
Dalam
tahun-tahun terakhir abad ke 10 H/16 M, pusat aktivitas Naqsyabandiyah dan daya
tarik intelektualnya bergeser ke India. Sayyidi Syaikh Muaiyiduddin Muhammad
Baqibillah, silsilah kedua puluh dua, yang lahir di Kabul (971 - 1012 H/1563 -
1603 M), berpetualang di Transoxiana, Samarqand, Bukhara, Kashmir dan
sekitarnya, kemudian datang ke India.
Dalam
suatu catatan, dia katakan "tengah membawa benih kesucian (dalam
tarekat) dari Samarqand dan Bukhara dan menyemaikannya di tanah subur India."
Dalam waktu singkat, lima tahun, dia mencurahkan perhatian yang sama kepada
orang awam dan kaum bangsawan Mughal. Dia sampaikan pesan silsilah kepada para
ulama, kaum sufi, para malik (tuan tanah) dan manshabdar (pejabat) dengan
tingkat keefektifan yang sama. Penglihatannya tajam dalam memilih bakat terbaik
di pelbagai area - dari kalangan tokoh politik Nawab Murtadha Khan, di kalangan
kaum sufi Syaikh Ahmad Faruqi Sirhindi, dan dari kalangan ulama Syaikh Abd
Al-Haqq - adalah murid-murid terkemuka Khawajah Muhammad Baqi.
Tarekat
Naqsyabandiyah pada periode antara Syaikh Ubaidullah Al- Ahrar sampai Sayyidi
Syaikh Ahmad Faruqi Sirhindi, silsilah kedua puluh tiga, dinamakan "Ahrariah".
Periode antara Syaikh Ahmad Al-Faruqi sampai Sayyidi Syaikh Dhiyauddin Khalid
Kurdi Al Usmani, silsilah kedua puluh sembilan, dinamakan "Mujaddidiah".
Lalu
periode antara Syaikh Khalid Kurdi Al Usmani sampai dewasa ini dinamakan "Khalidiah",
atau dikenal dengan Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiah.
Setelah
itu, tarekat ini tidak mengalami perubahan penyebutan nama. Karena bagi para
pengamal tasawuf di masa berikutnya, yang menjadi pusat perhatian adalah ilmu
yang diajarkan dan sumber ilmu yang ditunjukkan pada untaian silsilah keguruan.
Lalu, setelah Maulana Syaikh Khalid, silsilah keguruan berikutnya
berturut-turut adalah Sayyidi Syaikh Abdullah Afandi, Sayyidi Syaikh Sulaiman
Qarimi, kemudian Sayyidi Syaikh Sulaiman Zuhdi.
Pada
Sayyidi Syaikh Sulaiman Zuhdi, yang berkedudukan di Jabal Qubaisy dan berada
pada silsilah ketiga puluh dua, berguru murid-murid yang nanti menjadi
penerusnya, yakni Syaikh Usman Fauzi (Jabal Qubaisy), Sayyidi Syaikh M. Hadi
(Girikusumo - Jawa Tengah), putra beliau sendiri Sayyidi Syaikh Ali Ridho
(Jabal Qubaisy), Sayyidi Syaikh Sulaiman (Huta Pungkut - Sumatera Barat), dan
Sayyidi Syaikh Abdul Wahab Rokan (Babussalam-Aceh). Silsilah keguruan
selanjutnya berada pada Sayyidi Syaikh Ali Ridho.
...sikap
kepasrahan Abu Bakar As-Siddiq yang tinggi dijadikan sebagai teladan bagi para
sufi.
Sekembali
dari Jabal Qubaisy, Sayyidi Syaikh Sulaiman mengembangkan tarekat ini yang
berpusat di Huta Pungkut-Sumatera Barat, dan mendapatkan murid yang sangat
cemerlang, yakni Sayyidi Syaikh Muhammad Hasyim Al-Khalidi (Buayan-Sumatera
Barat). Sayyidi Syaikh Muhammad Hasyim melawat ke Jabal Qubaisy dan mendapatkan
ijazah keguruan pada silsilah ketiga puluh empat. Selanjutnya kepada Sayyidi
Syaikh Hasyim Al-Khalidi inilah Sayyidi Syaikh Prof. Dr. H. Kadirun
Yahya berguru dan mendapatkan ijazah keguruan Tarekat
Naqsyabandiyah Al-Khalidiah dan pemegang silsilah ketiga puluh lima.
Selain
dari Sayyidi Syaikh Hasyim, Sayyidi Syaikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya juga
mendapatkan ijazah keguruan dari Syaikh Abdul Majid (Batusangkar) dan Syaikh
Syahbuddin (Sayurmatinggi) yang keduanya juga pemegang silsilah keguruan
Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiah namun dari alur silsilah yang berbeda
dengan Sayyidi Syaikh Hasyim.
Tarekat
Naqsyabandiyah Al-Khalidiah yang diwarisi dan diteruskan oleh Sayyidi Syaikh
Prof. Dr. H. Kadirun Yahya berkembang pesat di Indonesia, Malaysia bahkan juga
ada Amerika Serikat. Rumah-rumah wirid yang lazim disebut surau tumbuh
berkembang hampir 700 tempat. (Baca Mozaik edisi April 2008).
Untuk
mengelola tempat-tempat wirid yang tersebar itu, berikut mewadahi aktivitas
sosial kemasyarakatannya, maka didirikan Yayasan Prof. Dr. H. Kadirun Yahya
yang berpusat di Medan. Yayasan ini menaungi bidang ketarekatan dan lembaga
pendidikan, mulai dari TK hingga perguruan tinggi.
Selanjutnya
ijazah keguruan Sayyidi Syaikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya, yang oleh para
gurunya dijuluki "guru para cerdik pandai," diteruskan oleh
putra pertama beliau Syaikh Drs. H. Iskandar Zulkarnain, SH.MH. Kemudian
sekarang ini ijazah keguruan tersebut sampai pada putra kedua, Syaikh H. Abdul
Khalik Fajduani, SH. Semenjak itu, nama tarekat dari jalur silsilah ini, lazim
disebut Tarekat Naqsyabandiyah Al-Khalidiah dalam naungan Yayasan Prof. Dr. H.
Kadirun Yahya.
Menurut
uraian K.A. Nizami dalam Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi
(2003), Editor: Seyyed Hossein Nasr, sepanjang sejarahnya, Tarekat
Naqsyabandiyah memiliki dua karakteristik menonjol yang menentukan peranan dan
pengaruhnya; (1) Ketaatan yang ketat dan kuat pada Hukum Islam (syariat) dan
Sunnah Nabi. (2) Upaya tekun untuk mempengaruhi kehidupan dan pemikiran
golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama.
Tidak
seperti tarekat-tarekat sufi lainnya, lanjut Nizami, Tarekat Naqsyabandiyah
tidak menganut kebijaksanaan isolasi diri dalam menghadapi pemerintahan yang
tengah berkuasa saat itu. Sebaliknya, ia gigih melancarkan ikhtiar dengan
pelbagai kekuatan politik agar dapat mengubah pandangan mereka. "Raja
adalah jiwa dan masyarakat adalah tubuh. Jika sang Raja tersesat, rakyat akan
ikut tersesat." Demikian kutipan pesan yang dikatakan oleh Syaikh
Ahmad Sirhindi.*
SILSILAH TAREKAT NAQSABANDI
KHOLIDIYAH
- 1. Ilahi bihurmati Syafi'ul Muznibin Rahmatan lil 'Alamin Hadhrat Muhammad Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam.
- 2. Ilahi bihurmati Khalifah Rasulullah Hadhrat Abu Bakar Siddiq Radhiyallahu 'Anhu.
- 3. Ilahi bihurmati Sahibi Rasulullah Hadhrat Salman Farisi Radhiyallahu 'Anhu.
- 4. Ilahi bihurmati Hadhrat Qosim bin Muhammad bin Abi Bakar Radhiyallahu 'Anhum.
- 5. Ilahi bihurmati Hadhrat Imam Ja'afar Sadiq Radhiyallahu 'Anhu.
- 6. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Abu Yazid Bistami Rahmatullah 'alaihi.
- 7. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Abul Hassan Kharqani Rahmatullah 'alaihi.
- 8. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Abu 'Ali Faramadi Rahmatullah 'alaihi.
- 9. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Yusof Hamdani Rahmatullah 'alaihi.
- 10. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah 'Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah 'alaihi.
- 11. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah 'Arif Riwagari Rahmatullah 'alaihi.
- 12. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Mahmud Anjir Faghnawi Rahmatullah 'alaihi.
- 13. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah 'Azizan 'Ali Ramitani Rahmatullah 'alaihi.
- 14. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Muhammad Baba Sammasi Rahmatullah 'alaih.
- 15. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Sayyid Amir Kullal Rahmatullah 'alaihi.
- 16. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah 'alaihi.
- 17. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah 'Alauddin 'Attar Rahmatullah 'alaihi.
- 18. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Ya'qub Carkhi Rahmatullah 'alaihi.
- 19. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah 'Ubaidullah Ahrar Rahmatullah 'alaihi.
- 20. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Muhammad Zahid Rahmatullah 'alaihi.
- 21. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Darwish Muhammad Rahmatullah 'alaihi.
- 22. Ilahi bihurmati Hadhrat Maulana Khwajah Amkangi Rahmatullah 'alaihi.
- 23. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah 'alaihi.
- 24. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Mujaddid Alf Tsani Syeikh Ahmad Faruqi Sirhindi Rahmatullah 'alaihi.
- 25. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Muhammad Ma'sum Rahmatullah 'alaihi.
- 26. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Syeikh Saifuddin Rahmatullah 'alaihi.
- 27. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Sayyid Nur Muhammad Budayuni Rahmatullah 'alaihi.
- 28. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Mirza Mazhar Jan Janan Syahid Rahmatullah 'alaihi.
- 29. Ilahi bihurmati Hadhrat Maulana Khwajah Shah ‘Abdullah Ghulam 'Ali Dehlawi Rahmatullah 'alaihi.
- 30. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Shah Abu Sa’id Rahmatullah 'alaihi.
- 31. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Shah Ahmad Sa'id Rahmatullah 'alaihi.
- 32. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Haji Dost Muhammad Qandahari Rahmatullah 'alaihi.
- 33. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Haji Muhammad 'Utsman Rahmatullah 'alaihi.
- 34. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Haji Muhammad Sirajuddin Rahmatullah 'alaihi.
- 35. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Maulana Abu Sa'ad Ahmad Khan Rahmatullah 'alaihi.
- 36. Ilahi bihurmati Hadhrat Khwajah Maulana Muhammad 'Abdullah Rahmatullah 'alaihi.
- 37. Ilahi bihurmati Hadhrat Maulana Khwajah Khan Muhammad Sahib Mudda Zilluhul 'Ali.
- 38. Ilahi bihurmati Hadhrat Faqir Maulawi Jalalluddin Ahmad Ar-Rowi 'Ufiyallahu 'Anhu Wali Walidaihi.
- 39. Bar Faqir Haqir, Khak Paey Buzurgan, La Syai Miskin ........................……………………..'Ufiya 'Anhu Par, Raham Farma Wa Muhabbat Wa Ma'rifat Wa Jam'iyat Zahiri Wa Batini Wa 'Afiyati Darain Wa Bahrahi Kamil Az Fuyudzi Wa Barkati In Buzurgan Rozi Ma Kun. Robbana Tawaffana Muslimin, Wa Alhiqna Bissolihin.
Kepada hamba yang faqir dan hina
yang di bawah telapak kaki Para Masyaikh yang tiada apa-apa lagi miskin
……............................….………………… semoga di ampunkan, Rahmatilah kami dan
kurniakanlah Kasih Sayang dan Makrifat serta Jam'iyat Zahir dan Batin serta
‘Afiyat di Dunia dan Akhirat dan Lautan Kesempurnaan dari Limpahan Faidhz dan
keberkatan Para Masyaikh ini.
Ya Tuhan kami, matikanlah kami
sebagai Muslim dan sertakanlah kami bersama Para Salihin.
No comments:
Post a Comment