.

Bintang-bintang Dan Pepohonanpun Berdzikir Dengan Bergoyang, Bukankah Hanya dengan Berdzikir Hati Menjadi Tenang, Anda Memasuki Kawasan Wajib Dzikrullah

Tuesday 8 April 2014

MANAQIB SYAIKH MUHAMMAD SAMI'UN

KH Muhammad Sami’un
MURSYID TAREKAT SYADZILIYAH
Berbekal gaji yang ditabungnya semasa kerja, Sami’un menjalani kehidupan baru sebagai santri. Pertama-tama yang ditujunya adalah Pesantren Lirap Kebumen yang dikenal sebagai pesantren alat (nahwu). Hafalan kitab Jurumiyah, Imriti dan Alfiyah dikhatamkan dalam tempo tiga bulan. Di pesantren ini, Sami’un berguru kepada Kyai Ibrahim selama dua tahun (1911-1913). Selepas dari Lirap, ia melanjutkan ke Pesantren Termas untuk berguru pada KH Dimyati (1914-1924). Semasa di Termas, secara temporer Sami’un menyempat kan ngaji kitab Ihya Ulumaddin pada KH Abdullah bin Abdul Muthalib di Kaliwungu Kendal.
Pergi ke Tanah Suci adalah tekad yang ingin segera ia wujudkan. Lantas, ia melamar sebagai juru bahasa bagi kapal-kapal yang masuk ke Serawak. Hasil tes wawancara mensyaratkan, ia akan diterima kerja jika sudah berkeluarga. Maka, ia segera kembali ke kampung halaman untuk menikah dan memboyong sang isteri (Sartinah) ke Serawak. Bekerja di Serawak adalah pilihan sebagai batu loncatan menuju Mekkah. Lima tahun lamanya Sami’un-Sartinah tinggal di negeri orang (1925-1930). Tahun 1929 mereka dikaruniai momongan yang pertama dan diberi nama Abu Hamid (Pengasuh Pesantren Al-Ikhsan Beji Purwokerto).
Saat mengandung putera kedua, Sartinah mendesak sang suami agar pulang ke tanah air. Sejak 1930, KH Sami’un beserta keluarga kembali ke Purwokerto dan memulai berdakwah di Masjid Wakaf Sokanegara. Sepuluh tahun lamanya KH Sami’un mengajar para santri di Sokanegara, sebelum akhirnya hijrah ke Parakan Onje pada 1940.
KH Sami’un menetap di Parakan Onje hingga akhir hayatnya pada 23 Ramadan 1372. Sepeninggal almarhum, para santrilah yang meneruskan dakwah beliau di kemudian hari. Mereka antara lain KH Zaid Abu Mansyur (Lesmana), KH Muhyiddin (putera menantu), Kiai Dimyati dan Kiai Abdul Ngalim (Kober), Kiai Romli (Pasir Kulon), Kiai Sulaeman, Kiai Ishak, dan lain-lain. KHM Sami’un juga dikenal sebagai mursyid tarekat Syadziliyyah. Ijazah wirid tarekat ini diperoleh dari KH Abdullah bin Abdul Muthalib Kaliwungu (Kendal). Penerus tarekat beliau adalah KH Zaid Abu Mansyur Lesmana dan KH Abu Hamid Beji.
Meski fasih berbahasa asing, terutama bahasa Belanda dan Arab, KH Sami’un lebih suka mengajar para santri dengan Bahasa Jawa. Bahkan, beberapa karya almarhum ditulis dalam dalam bahasa Arab-Jawa, seperti Lubabuz Zaad, Aqoid 50, Terjemah Yasin dan Doa Sholat Bahasa Jawa.

2 comments:

Anonymous said...

terima kasih sudah upload informasi kang,

saya pernah berguru kepada putra dari syaikh muh samiun, yakni beliau kh abu hamid di pesantren beji, aku terkenang akan ajaran2 kebaikan dari beliau ..

salam takzim dhumateng para swargi guru2 kulo, mugi barakah lan wilujeng tansah lumeber atas kito sedoyo.

Anonymous said...

Mbah KH Muhammad Sami'un juga terkenal ahli Bahasa Inggris sehingga menjadi penyemangat cucu beliau KH Syarif Hidayatullah mengembangkan pengajaran Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Al Ikhsan Beji dengan pengajarannya yg diberi nama AEDS, Arabic English Development Skill