.

Bintang-bintang Dan Pepohonanpun Berdzikir Dengan Bergoyang, Bukankah Hanya dengan Berdzikir Hati Menjadi Tenang, Anda Memasuki Kawasan Wajib Dzikrullah

Saturday 7 June 2014

TAREKAT SHIDIQIYYAH


Tarekat Shiddiqiyyah
Sayyidina Abu Bakar Ashidiq Ra
 
Tarekat Shiddiqiyyah adalah salah satu dari sekian banyak tarekat yang berkembang di seluruh dunia. Konon, tarekat ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw., meskipun pada masa itu belum menggunakan nama Tarekat Shiddiqiyyah. Menurut Mursyid Tarekat Shiddiqiyah di Indonesia, KH. Muhammad Muchtar bin Abdul Mu'thi, nama tarekat ini berasal dari gelar yang diberikan Rasulullah Muhammad Saw. kepada sahabat Sayyidina Abu Bakar ra., yaitu Ash-Shiddiq, ketika Rasulullah Saw. menceritakan pengalamannya seusai melaksanakan perjalanan Isra' dan Mi'raj kepada penduduk Makkah, kala itu.
Di saat kafir Quraisy mendustakan peristiwa Isra' dan Mi'raj, hanya Abu Bakar yang pertama kali mempercayai kejadian yang dialami Rasulullah Saw. itu. Rasulullah Saw. bersabda, ''Semasa aku di-isra'-kan, aku hendak keluar untuk menyampaikan berita itu kepada kaum Quraisy, kemudian aku ceritakan kepada mereka dan mereka mendustakannya. Sementara yang membenarkan peristiwa itu adalah Abu Bakar. Maka, pada hari itu ia kuberi gelar Ash-Shiddiq.'' Karena itu, banyak yang meyakini bahwa ajaran tarekat ini diturunkan langsung dari Nabi Muhammad Saw. melalui sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Kendati demikian, tidak ada sumber sejarah yang menyebutkan kapan tepatnya Abu Bakar menerima ijazah tarekat ini. Meski diyakini berasal langsung dari Nabi Muhammad Saw., namun keberadaan Tarekat Shiddiqiyyah sekarang ini di luar Indonesia sudah punah. Menurut Martin van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Tarekat Shiddiqiyyah merupakan tarekat lokal (Indonesia-Red), sehingga tidak banyak orang yang mengetahui tentang keberadaan tarekat ini.
“Dan saat ini, satu-satunya tempat berkembangnya ajaran Tarekat Shiddiqiyyah hanyalah di Indonesia yang berpusat di wilayah utara Jombang, Jawa Timur,” tulis Martin. Peneliti seperti Zamakhsyari Dhofier dalam tulisannya yang bertajuk The Pesantren: The Role of the Kyai in the Maintenance of Traditional Islam in Java, mengatakan asal-usul tarekat ini tidak jelas.
Tarekat Shiddiqiyyah (2)
Dhofier mencatat Tarekat Shiddiqiyyah muncul untuk pertama kalinya pada 1958 di sebuah desa bernama Losari yang berada di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Menurut Dhofier, tarekat ini tidak ada di negara lain. Dhofier menambahkan, kekurangan penelitian tentang tarekat ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, tarekat ini tidak diklasifikasikan sebagai mu'tabarah (diakui-Red) dan tidak terlibat dalam jaringan budaya Nahdlatul Ulama (NU) yang ada di Jombang, karenanya mungkin dianggap oleh beberapa orang tidak penting.
Kedua, tarekat ini terkesan sangat eksklusif (tertutup). Kesan eksklusivitas itu diakui oleh banyak orang di Jombang.
Sembilan ulama Namun, sejumlah sumber sejarah menyebutkan masuknya Tarekat Shiddiqiyyah ke nusantara dibawa oleh sembilan ulama Shiddiqiyyah dari negeri Irbil (Irak sekarang). Para ulama ini berlabuh pertama kali di wilayah Cirebon, Jawa Barat, kemudian menyebar ke seluruh Pulau Jawa. Satu di antara sembilan orang ulama tersebut adalah seorang wanita bernama Syarifah Baghdadi. Makamnya hingga kini masih bisa ditemui di Cirebon. Sementara sebagian besar dari sembilan ulama itu wafat dan dimakamkan di Pandeglang, Banten. Mereka, antara lain Maulana Aliyuddin, Maulana Malik Isroil, Maulana Isamuddin, dan Maulana Ali Akbar. Sedangkan Maulana Jumadil Kubro, menjadi satu-satunya di antara sembilan orang ulama ini yang wafat di Jawa Timur dan dimakamkan di Troloyo, Mojokerto.
Mursyid Tarekat Shiddiqiyyah saat ini adalah Syaikh Muhammad Muchtar bin Abdul Mu'thi Muchtarullah Al-Mujtaba. Ia mulai mengajarkan Tarekat Shiddiqiyyah sejak 1954, setelah memperoleh izin dan perintah dari mursyidnya, Syaikh Ahmad Syuaib Jamali Al-Banteni, yang pergi ke luar negeri. Mengenai sosok mursyid Tarekat Shiddiqiyyah ini, Dhofier menggambarkannya sebagai orang yang bisa menyembuhkan penyakit tertentu. Selain itu, menurut dia, sosok Syaikh Muchtar juga dianggap kontroversial dalam kaitannya dengan shalat Jum'at.

No comments: