AJARAN TAREKAT QODIRIYAH
Adapun
pengertian Tareqat Qodiriyah ialah : seperti yang telah dikatakan oleh
Prof.Dr.Hamka,”tharekat-tharekat itu berdiri sendiri, dibawah pimpinan syekh
dan memakai nama dibangsakan kepada syekh-syekhnya itu. Yang sangat terkenal
ialah tareqat Qodiriyah yang didirikan dan dibangsakan kepada sayyid Abdul
Qodir Jailani di negeri Baghdad.”.
Menurut
Huston Smith dalam The Concise Encyclopedia of Islam, bahwa Syekh Abdul Qodir
Jailani adalah peletak dasar-dasar tareqat Qodiriyah.tariat ini adalah yang
pertama lahir dengan memiliki bentuk dan karakteristik tersendiri.Menurut
keterangan lain bahwa tareqat ini lahir setelah wafatnya Syekh Abdul Qodir
Jailani dan dibangun oleh orang-orang yang menganut dan meneruskan ajarannya.
Dengan kata lain dia tidak mendirikan tareqat Qodiriyah.
Tareqat
Qodiriyah bermula dari ribath dan madrasah Syekh Abdul Qodir Jailani, tempat
dia menyampaikan ajaran-ajaran tasawufnya. Dia memimpin tempat tersebut sejak
tahun 521 H hingga wafatnya tahun 561 H .setelah itu ribath diteruskan
kepemimpinannya oleh anak-anaknya kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya
dengan zawiyah sebagai pusat kegiatannya, yaitu suatu tempat dimana para sufi
melatih diri dalam bertasawuf.Dari zawiyah inilah tareqat Qodiriyah mengalami
perkembangan pesat.
Ditempat
tersebut para murid mendapatkan ajaran dan pembinaan ruhani yang sesuai dengan
ajarannya, bagi murid yang sudah tamat akan diberikan ijazah yang berupa
Khirqah dengan melakukan janji untuk meneruskan ajarannya yang telah didapat.
Bagi Syekh Abdul Qodir Jailani sendiri tentang perolehan khirqah tidak terlalu
penting, pembentukan jiwa sufi lebih utama dan dianggap cukup.
Murid-muridnya
banyak memegan peran penting dalam penyebaran ajaran tasawufnya.ada beberapa
nama muridnya yang diketahui menyebarkan ajaranya yaitu : Muhammad ibn Abd
al-Samad di Mesir, Muhammad al-Bata’ihi dan Taqiy al-Dina al-Yunini di Suriah,
dan Ali al-Hadad di Yaman. Pada abad ke-15,tarekat ini masuk dan berkembang di
anak benua India.
Perkembangan
yang sama terjadi di Afrika Utara.Pada tahun 1550 M, tarekat ini tersebar di
Afrika Timur.Pada abad ke-17, tarekat ini mulai masuk ke Turki.Penyebar
didaerah ini bernama Ismail Rumi (wafat 1631 atau 1643 M), dia kira-kira
mendirikan 40 pusat tarekat di Istambul dan sekitarnya. Tareqat Qodiriyah
tersebar di Asia Kecil dan Eropa Timur, setelah beberapa desawarsa kemudian di
Indonesia tareqat ini adalah yang pertamakali masuk menurut sumber-sumber yang
ada di Indonesia.Orang yang pertama menganut tarekat Qodiriyah dari Indosesia
ialah Hamzah Fansuri (wafat sekitar 1590 M) dia masuk tarekat Qodiriyah antara
Baghdad dan Syahr-I Naw (Ayuthia, ibukota Muangrtai). Hamzah memperoleh ilmu
Syekh Abdul Qodir Jailani melalui jalan ruhani.setelah Hamzah Fansuri tarekat
ini berkembang di Aceh.Syekh Yusuf Makasari adalah orang yang masuk tarekat
didaerah tersebut. Tarekat Qodiriyah di Aceh berhubungan dengan tarekat yang
lahir di India (Gujarat)tarekat di Indonesia juga mendapat pengaruh dari Yaman.
Di
Indonesia tarekat Qodiriyah bergabung dengan tarekat Naksabandiyah. Pengabungan
kedua tarekat ini dilakukan oleh tokoh asal Indonesia, Ahmad Khatib ibn Abd
Al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad
ke-19 berasal dari Kalimantan barat, akan tetapi meninggal di Mekkah tahun 1878
M.
Diantara murid-murid Ahmad Khatib ialah: Abd Al-Karim dari Banten, sebagai orang yang menyebarkan dan mempopulerkan tarekat Qodiriyah-Naqsabandiyah didaerah ini dan Syekh Tolhah dari Cirebon yang mempunyai murid bernama Abdullah Mubarak.mengenai murid syekh Tholhah yang dikenal sebagai pendiri Pesantren Suryalaya ini, penulis buku tarekat Naqsabandiyah di Indonesia.Martin Van Bruinessen mengatakan:
Diantara murid-murid Ahmad Khatib ialah: Abd Al-Karim dari Banten, sebagai orang yang menyebarkan dan mempopulerkan tarekat Qodiriyah-Naqsabandiyah didaerah ini dan Syekh Tolhah dari Cirebon yang mempunyai murid bernama Abdullah Mubarak.mengenai murid syekh Tholhah yang dikenal sebagai pendiri Pesantren Suryalaya ini, penulis buku tarekat Naqsabandiyah di Indonesia.Martin Van Bruinessen mengatakan:
“
Khalifah dari Kiyai Tolhah Cirebon yang paling penting ialah Abdallah Mubarak,
belakang dikenal sebagai Abah sepuh.Abdallah melakukan baiat ulang dengan Abd
Karim Banten di Mekkah, dan pada tahun 1905M mendirikan pesantren Suryalaya di
Pangerageung, dekat Tasikmalaya ( Jawa Barat ).Dibawah pimpinan putranya dan
penerusnya Abah Anom (atau lebih gagah ,K.H.A. Shahibilwafa Tadjul Arifin)
pesantren ini menjadi lebih terkenal secara nasional karena pengobatan yang
dilakukan terhadap para korban Narkotika, penderita gangguan kejiwaan dan
macam-macam penyakit lainya dengan mengamalkan dzikir tarekatnya. Abah Anom
banyak mendapatkan patronase dari para pejabat tinggi dari Golkar yang telah
dimasukinya hamper sejak permulaan berdirinya organisasi tersebut. Khalifahnya
ada diseluruh jawa di Singapura di Sumatra Timur, Kalimantan Barat dan Lombok.
Zikir
kepada Allah dengan mengucap Laailaaha illallah , adalah amalan utama di Pondok
Pesantren Suryalaya sejak masa Abah Sepuh hingga Abah Anom.zikir tersebut
diamalkan setelah shalat wajib sebanyak 165 kali atau lebih.diluar shalat wajib
,zikir tersebut tidak dilarang untuk diamalkan,bahkan dianjurkan.zikir ini
dinamakan zikir Jahar, yakni zikir yang diucapkan dengan suara keras.zikir yang
lain yaitu Zikir Khafi, yaitu zikir yang dibaca dalam hati.ini juga menjadi
amalan pokok sebagai realisasi tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah.
Zikir
pokok tarekat Qadiriyah yaitu membaca Istighfar paling sedikit dua kali atau
duapuluh kali dengan lafadz Astaghfir Allah al-ghafur al-Rahim. Kemudian
membaca shalawat sebanyak itu pula dengan lafadsz Allahuma shali’ala sayyidina
Muhammad wa’ala alihi wa shahbihi wa sallim. Setelah itu membaca La ilaha
illallah seratus enampuluh kali setelah selesai shalat fardhu. Pengucapan
lafadz Lailaha illallah memiliki cara tersendiri, yaitu kata la dibaca sambil
dibayangkan dari pikiran ditarik dari pusat hingga otak, kemudian kata ilaha
dibaca sambil menggerakkan kepala kesebelah kanan, lalu kata illallah dibaca
dengan keras sambil dipukulkan kedalam sanubari, yaitu kebagian sebelah kiri.
Setelah selesai melakukan zikir itu lalu membaca Sayyidina Muhammad Rasul Allah
Shalallah ‘alaihi wa sallam.lalu membaca shalawat Allahuma shalli’ala sayyidina
Muhammad shalatan Tunjina biha min jami al-ahwal wa al-afat hingga
akhirnya.kemudian membaca surat Al-Fatihah ditujukan kepada Rasulullah SAW dan
kepada seluruh Syekh-syekh tarekat Qadiriyah serta para pengikutnya juga
seluruh oragn islam baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.
Sebelum
dan ketika melakukan zikir tersebut seorang murid membayangkan wajah
guru(mursyid) didepanya dan limpahan karunia Allah kepada Nabi dan Syekh.
Bagi setiap orang yang menganut tarekat Qadiriyah harus berpegang kepada akidah para sahabat, tabi’in dan tabi;it tabi;in yaitu yang disebut akidah al-salaf al-salih. Berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW, agar dalam menjalani tarekat tidak tersesat. Bagi pemula (mubtadi, agar memiliki sifat bersih hati, jernih muka, suka memberi kebajikan, menghapus kejahatan, sabar dalam kekafiran, menjaga kehormatan syekh, bergaul baik sesame ikhwan, memberi nasihat kepada orang kecil dan orang besar, menjauhi permusuhan dan berkorban dalam masalah agama dan dunia.
Bagi setiap orang yang menganut tarekat Qadiriyah harus berpegang kepada akidah para sahabat, tabi’in dan tabi;it tabi;in yaitu yang disebut akidah al-salaf al-salih. Berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW, agar dalam menjalani tarekat tidak tersesat. Bagi pemula (mubtadi, agar memiliki sifat bersih hati, jernih muka, suka memberi kebajikan, menghapus kejahatan, sabar dalam kekafiran, menjaga kehormatan syekh, bergaul baik sesame ikhwan, memberi nasihat kepada orang kecil dan orang besar, menjauhi permusuhan dan berkorban dalam masalah agama dan dunia.
Selain
persyaratan tersebut diatas,setiap orang yang hendak mengikuti tarekat
Qadiriyah harus menjalani dua tahapan.
Pertama , yaitu tahap permulaan yang terdiri dari :
1.Mengikuti dan menerima bay’at guru sebagai pertemuan pertama antara guru dan murid.
2.Penyampaian wasiat oleh guru kepada Murid.
3.Pernyataan guru membay’at muridnya diterima menjadi murid dengan lafadz tertentu.
4.Pembacaan do’a oleh guru yang terdiri dari do’a umum dan do’a khusus.
5.Pemberian minum oleh guru kepada murid sambil dibacakan beberapa ayat Al-Quran.
Setelah pemberian minum tersebut ,maka selesailah tahap permulaan.dan dengan demikian maka resmilah seorang murid menjadi pengikut tarekat Qadiriyah.
Pertama , yaitu tahap permulaan yang terdiri dari :
1.Mengikuti dan menerima bay’at guru sebagai pertemuan pertama antara guru dan murid.
2.Penyampaian wasiat oleh guru kepada Murid.
3.Pernyataan guru membay’at muridnya diterima menjadi murid dengan lafadz tertentu.
4.Pembacaan do’a oleh guru yang terdiri dari do’a umum dan do’a khusus.
5.Pemberian minum oleh guru kepada murid sambil dibacakan beberapa ayat Al-Quran.
Setelah pemberian minum tersebut ,maka selesailah tahap permulaan.dan dengan demikian maka resmilah seorang murid menjadi pengikut tarekat Qadiriyah.
Kedua,
tahap perjalanan, maksudnya ialah tahap murid menuju Allah melaluyi bimbingan
guru. Murid harus melalui tahap dalam waktu yang bertahun-tahun sebelum ia
memperoleh karunia Allah yang dilimpahkan kepadanya.selama perjalanan itu,murid
masih menerima ilmu hakikat dari gurunya.selain itu dia dituntut untuk berbakti
kepadanya, dan menjauhi larangannya.murid harus terus berjuang untuk melawan
nafsunya dan melatih diri (mujahadah dan Riyadhah ).
Apabila
murid telah berhasil melalui tahapan tersebut, maka guru memberikan ijazah dan
memberikan talqin tauhid kepada muridnya, dengan telah diterima ijazahnya maka
murid menyandang gelar guru atau syekh dalam tarekat Qadiriyah. Seorang murid
yang telah menjadi syekh sudah tidak terikat lagi dengan gurunya, akan tetapi
dia masih boleh untuk mengikutinya. Dan berdasarkan petuah Syekh Abdul Qodir
Jailani bahwa murid yang telah menjadi syekh boleh mandiri dan yang menjadi
walinya adalah Allah.
Mengenai
corak tarekat Qodiriyah ,Syekh Ali ibn al-Haiti ra. Memberikan
komentar,”Tarekat adalah tauhid semata dan pentauhidan diri serta
menghadirkannya dalam segala sikap ubudiyah dengan melepaskan dari segala
sesuatu dan untuk sesuatu”. Selain itu syekh Abdi ibn Musafir ra. Juga
memberikan komentar ”Tarekatnya adalah kepasrahan kepada alur-alur takdir
dengan keselarasan hati dan ruh, pernyataan lahir dan batin, dan pembersihan
jiwa dari sifat-sifat kedirian(nafs) serta mengasingkannya dari memandang
manfaat, mudharat, kedekatan dan rasa jauh”.
Adapun pokok-pokok ajaran Tarekat Qadiriyah yaitu ada lima macam, pertama Tinggi cita-cita, Kedua Memelihara kehormatan Ketiga Memelihara nikmat, Keempat Melaksanakan maksud dan Kelima Mengagungkan nikmat.
Adapun pokok-pokok ajaran Tarekat Qadiriyah yaitu ada lima macam, pertama Tinggi cita-cita, Kedua Memelihara kehormatan Ketiga Memelihara nikmat, Keempat Melaksanakan maksud dan Kelima Mengagungkan nikmat.
Tumbuhnya
tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu
sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad saw diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad saw sebelum diangkat menjadi Rasul
telah berulang kali melakukan tahannust dan khalwat di Gua Hira’ di samping
untuk mengasingkan diri dari masyarakat Makkah yang sedang mabuk mengikuti hawa
nafsu keduniaan. Tahhanust dan Khalwat nabi adalah untuk mencari ketenangan
jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang kompleks
tersebut.
Proses
khalwat nabi yang kemudian disebut tarekat tersebut sekaligus diajarkannya
kepada Sayyidina Ali ra. sebagai cucunya. Dan dari situlah kemudian Ali
mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai kepada Syeikh Abdul
Qodir Jaelani, sehingga tarekatnya dinamai Qodiriyah. Sebagaimana dalam
silsilah tarekat Qadiriyah yang merujuk pada Ali dan Abdul Qadir Jaelani dan
seterusnya adalah dari Nabi Muhammad saw, dari Malaikat Jibril dan dari Allah
Swt.
Tarekat
Qodiryah didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang
bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost
al-Jaelani. Lahir di di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561
H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada
tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah
Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya
Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, dia tetap belajar sampai mendapat ijazah dari
gurunya yang bernama Abu Yusuf al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang
sama itu sampai mendapatkan ijazah.
Pada
tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada
masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani
menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya
dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia
memimpin madrasah dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai
wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya
Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214
M). Juga dipimpinan anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603
H/1134-1206 M), sampai hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.
Sejak
itu tarekat Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang
diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika
dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru
terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah
Muhammad Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki
oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan
di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Tarekat
Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh,
maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat
gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam
tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani
sendiri,”Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri
sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”
Mungkin
karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk
dalam kategori Qidiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada
abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan
Khei (1550 M), Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki
terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah,
Waslatiyyah. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah,
‘Urabiyyah, Yafi’iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla’iyah. Sedangkan di Afrika
terdapat tarekat Ammariyah, Bakka’iyah, Bu’ Aliyya, Manzaliyah dan tarekat
Jilala, nama yang biasa diberikan masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani.
Jilala dimasukkan dari Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah
dari Granada, sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan
makam mereka disebut “Syurafa Jilala”.
Dari
ketauladanan nabi dan sabahat Ali ra dalam mendekatkan diri kepada Allah swt
tersebut, yang kemudian disebut tarekat, maka tarekat Qodiriyah menurut ulama
sufi juga memiliki tujuan yang sama. Yaitu untuk mendekat dan mendapat ridho
dari Allah swt. Oleh sebab itu dengan tarekat manusia harus mengetahui
hal-ikhwal jiwa dan sifat-sifatnya yang baik dan terpuji untuk kemudian
diamalkan, maupun yang tercela yang harus ditinggalkannya.
Misalnya
dengan mengucapkan kalimat tauhid, dzikir “Laa ilaha Illa Allah” dengan suara
nyaring, keras (dhahir) yang disebut (nafi istbat) adalah contoh ucapan dzikir
dari Syiekh Abdul Qadir Jaelani dari Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, hingga
disebut tarekat Qodiriyah. Selain itu dalam setiap selesai melaksanakan shalat
lima waktu (Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya’ dan Subuh), diwajibkan membaca
istighfar tiga kali atau lebih , lalu membaca salawat tiga kali, Laailaha illa
Allah 165 (seratus enam puluh lima) kali. Sedangkan di luar shalat agar
berdzikir semampunya.
Dalam
mengucapkan lafadz Laa pada kalimat “Laa Ilaha Illa Allah” kita harus
konsentrasi dengan menarik nafas dari perut sampai ke otak. Kemudian disusul
dengan bacaan Ilaha dari arah kanan dan diteruskan dengan membaca Illa Allah ke
arah kiri dengan penuh konsentrasi, menghayati dan merenungi arti yang
sedalam-dalamnya, dan hanya Allah swt-lah tempat manusia kembali. Sehingga akan
menjadikan diri dan jiwanya tentram dan terhindar dari sifat dan perilaku yang
tercela.
Menurut
ulama sufi (al-Futuhat al-Rubbaniyah), melalui tarekat mu’tabarah tersebut,
setiap muslim dalam mengamalkannya akan memiliki keistimewaan, kelebihan dan
karomah masing-masing. Ada yang terkenal sebagai ahli ilmu agama seperti
sahabat Umar bin Khattab, ahli syiddatil haya’ sahabat Usman bin Affan, ahli
jihad fisabilillah sahabat Hamzah dan Khalid bin Walid, ahli falak Zaid
al-Farisi, ahli syiir Hasan bin Tsabit, ahli lagu Alquran sahabat Abdillah bin
Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab, ahli hadis Abi Hurairah, ahli adzan sahabat Bilal
dan Ibni Ummi Maktum, ahli mencatat wahyu dari Nabi Muhammad saw adalah sahabat
Zaid bin Tsabit, ahli zuhud Abi Dzarr, ahli fiqh Mu’ad bin Jabal, ahli politik
peperangan sahabat Salman al-Farisi, ahli berdagang adalah Abdurrahman bin A’uf
dan sebagainya.
Bai’at
Untuk
mengamalkan tarekat tersebut melalui tahapan-tahan seperti
Pertama, adanya pertemuan guru (syeikh) dan
murid, murid mengerjakan salat dua rakaat (sunnah muthalaq) lebih dahulu,
diteruskan dengan membaca surat al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi
Muhammad saw. Kemudian murid duduk bersila di depan guru dan mengucapkan
istighfar, lalu guru mengajarkan lafadz Laailaha Illa Allah, dan guru
mengucapkan “infahna binafhihi minka” dan dilanjutkan dengan ayat mubaya’ah (QS
Al-Fath 10). Kemudian guru mendengarkan kalimat tauhid (Laa Ilaha Illallah)
sebanyak tiga kali sampai ucapan sang murid tersebut benar dan itu dianggap
selesai. Kemudian guru berwasiat, membaiat sebagai murid, berdoa dan minum.
Kedua, tahap perjalanan. Tahapan kedua ini
memerlukan proses panjang dan bertahun-tahun. Karena murid akan menerima
hakikat pengajaran, ia harus selalu berbakti, menjunjung segala perintahnya,
menjauhi segala larangannya, berjuang keras melawan hawa nafsunya dan melatih
dirinya (mujahadah-riyadhah) hingga memperoleh dari Allah seperti yang
diberikan pada para nabi dan wali.
Tarekat
(thariqah) secara harfiah berarti “jalan” sama seperti syariah, sabil, shirath
dan manhaj. Yaitu jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan
mentaati ajaran-ajaran-Nya. Semua perkataan yang berarti jalan itu terdapat
dalam Alquran, seperti QS Al-Jin:16,
Artinya
:” Kalau saja mereka berjalan dengan teguh di atas thariqah, maka Kami (Allah)
pasti akan melimpahkan kepada mereka air (kehidupan sejati) yang melimpah
ruah”. (QS. Al Jin : 16)
Istilah
thariqah dalam perbendaharaan kesufian, merupakan hasil makna semantik
perkataan itu, semua yang terjadi pada syariah untuk ilmu hukum Islam. Setiap
ajaran esoterik/bathini mengandung segi-segi eksklusif. Jadi, tak bisa dibuat
untuk orang umum (awam). Segi-segi eksklusif tersebut misalnya menyangkut
hal-hal yang bersifat “rahasia” yang bobot kerohaniannya berat, sehingga
membuatnya sukar dimengerti. Oleh sebab itu mengamalkan tarekat itu harus
melalui guru (mursyid) dengan bai’at dan guru yang mengajarkannya harus
mendapat ijazah, talqin dan wewenang dari guru tarekat sebelumnya. Seperti
terlihat pada silsilah ulama sufi dari Rasulullah saw, sahabat, ulama sufi di
dunia Islam sampai ke ulama sufi di Indonesia.
No comments:
Post a Comment