.

Bintang-bintang Dan Pepohonanpun Berdzikir Dengan Bergoyang, Bukankah Hanya dengan Berdzikir Hati Menjadi Tenang, Anda Memasuki Kawasan Wajib Dzikrullah

Saturday 15 August 2015

HIZIB BAHR



HIZIB BAHR
Oleh Syaikh Abul Hasan Asy-Syadziliy

Klik judul dibawah ini untuk mendengarkan ruqyah dengan bacaan hizib bahr :



Hizb Bahr merupakan sebuah doa yang sangat dahsyat! Hizib ini merupakan peninggalan dari Syeikh Abul Hasan Asy-Syadziliy, seorang Ulama dan Tokoh Sufi terkemuka pada zaman-nya dan sampai hari ini. Yang membuat hizib ini begitu dahsyat adalah, sejarah ketika ia terciptakan.. Hizib ini merupakan dikte langsung dari Rasulullah SAW kepada Imam Syadziliy dalam kontemplasi spiritualnya… dan doa ini-pun menjadi salh satu wasiat terakhir dari Sang Imam.. Kepada murid-muridnya ia berpesan “ajarkanlah Hizib Bahr kepada anak-anakmu, karena ia mengandung Ismullahil A’zhom (nama Allah yang Ter-Mulia)..” Para Wali, Ulama dan praktisi spiritual muslim-pun banyak menemukan karomah pada saat membacanya.
Beberapa keutamaan Hizib Bahar ini yaitu: merupakan Hizb yang diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh beliau SAW kepada Imam Syadzili dan sebagai wasiat terakhir sebelum beliau wafat. Hizib Bahr juga mengandung Ismul A’zhom, merupakan obat dari penyakit-penyakit hati, sarana mahabbah diantara para manusia & makhluk-makhluk-Nya, berfaidah menaikkan derajat, memudahkan urusan dunia dan akhirat, menambah keimanan dan keyakinan, sebagai wasilah hasil maksud hajat tertentu, sebagai benteng keselamatan dari hal-hal yang membahayakan dan keselamatan dari kejahatan manusia dan jin.
Secara umum Hizb Bahr biasa dibaca setelah sholat asar jumlahnya tergantung kemampuan. Secara khusus hizib dibaca pada waktu-waktu terntentu dengan jumlah bilangan tertentu dan tatacara tertentu. Setiap kalimat dalam Hizib Bahr memiliki khowas khusus, menurut para Auliya’ terdahulu ada titik-titik tertentu dalam Hizib Bahr jika kita memohon sesuatu dengan membaca kalimat kunci-nya pada titik tersebut insha allah doa kita akan diijabah oleh-Nya bihaqqi hizbul bahr. Saya pribadi rutin membacaya setiap ba’da shalat Jum’at dibacakan ke segelas air dan airnya dibasuhkan ke wajah, insha allah wajah akan bercahaya.
Seyogyanya seseorang yang akan mengamalkan hizib ini menerima ijazah dari orang yang kompeten agar dapat menerima transmisi ajaran rahasia tentang tatacara membacanya dan menerima transmisi ‘nur’ yang tidak terputus dari gurunya terus bersambung kepada Sang Imam.. .
Hizib yang satu ini sangat masyhur. Ia sejajar dengan Hizib Nashr, Hizib Nawawi, Hizib Maghrabi, Suryani dan sederet nama-nama hizib beken lainnya. orang yang mengamalkan Hizib Bahar dengan kontinu, akan mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya. Orang-orang yang tidak percaya dengan hal-hal supranatural, mungkin tidak akan percaya dengan hal itu.Tapi, cerita mengenai keampuhan hizib yang dikarang oleh Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili ini betul-betul masyhur, termasuk cerita tentang lautan yang membentang di tengah-tengah orang yang bermaksud jahat. Syaikh al-Syadzili, pemilik hizib ini, terkenal sebagai pelopor tarekat al-Syadziliyah. Ia seorang sufi terkenal. Ia juga kesohor sebagai pemilik bacaan-bacaan hizib ampuh, seperti Hizib Nashr dan Hizib Bahar. Ada backgroung kisah yang amat menarik tentang asal muasal Bahar Syaikh al-Syadzili. Kisah itu ditulis oleh Haji Khalifah, pustakawan terkenal asal Konstantinopel (Istanbul Turki).
Hizib Bahar ditulis Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili di Laut Merah (Laut Qulzum). Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu Syaikh al-Syadzili pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari. Dan, beberapa saat kemudian Syaikh al-Syadzili melihat Rasulullah. Beliau datang membawa kabar gembira (?). Lalu, menuntun Abu al-Hasan al-Syadzili melafadzkan doa-doa. Usai al-Syadzili membaca doa, angin bertiup dan kapal kembali berlayar.
Doa-doa itu kemudian diabadikan oleh al-Syadzili dan diajarkan kepada murid-murid tarekatnya. Dan, kemudian diberi nama Hizb al-Bahr (doa/senjata laut). Disebut Hizb al-Bahr karena doa-doa ini tersebut mempunyai ikatan historis yang sangat erat dengan laut. Juga, al-Syadizili membacanya dalam rangka berdoa agar selamat dalam perjalanan di Laut Merah. Jadi, Hizib Bahar betul-betul wirid yang punya kedekatan tersendiri dengan air, termasuk dalam berbagai cerita mengenai khasiat ampuhnya membuat penjahat terengah-engah di tengah samudera mahaluas.
Dalam kitab Kasyf al-Zhunun `an Asami al-Kutub wa al-Funun, Haji Khalifah juga memuat berbagai jaminan yang diberikan al-Syadzili dengan Hizib Baharnya ini. Di antaranya, menurut Haji Khalifah, al-Syadzili perbah berkata: Seandainya hizibku (Hizib Bahar, Red.) ini dibaca di Baghdad, niscaya daerah itu tidak akan jatuh. Mungkin yang dimaksud al-Syadzili dengan kejatuhan di situ adalah kejatuhan Baghdad ke tangan Tartar. Bila Hizib Bahar dibaca di sebuah tempat, maka termpat itu akan terhindar dari malapetaka, ujar Syaikh Abu al-Hasan, seperti ditulis Haji Khalifah dalam Kasyf al-Zhunun.
Haji Khalifah juga mengutip komentar ulama-ulama lain tentang Hizib Bahar ini. Ada yang mengatakan, bahwa orang yang istiqamah membaca Hizib Bahar, ia tidak mati terbakar atau tenggelam. Bila Hizib Bahar ditulis di pintu gerbang atau tembok rumah, maka akan terjaga dari maksud jelek orang dan seterusnya. Banyak komentar-komentar, baik dari Syaikh al-Syadzili maupun ulama lain tentang keampuhan Hizib Bahar yang ditulis Haji Khalifah dalam Kasyf al-Zhunun jilid 1 (pada entri kata Hizb). Selain itu, Haji Khalifah juga menyatakan bahwa Hizib Bahar telah disyarahi oleh banyak ulama, diantaranya Syaikh Abu Sulayman al-Syadzili, Syaikh Zarruq, dan Ibnu Sulthan al-Harawi.
Kegunaan hizib lain ini di antaranya adalah disegani kawan maupun lawan, kebal senjata dan serangan gaib, menundukkan musuh bahkan mampu menewaskan musuh.
Hizib ini cocok diamalkan saat keadaan genting dan kekuatan musuh tidak sebanding dengan kekuatan kita. Misalnya saat perjuangan melawan penjajah dan kita harus menghadapi lawan yang jumlahnya berlipat ganda dan persenjataannya lebih hebat.
Dalam riwayatnya, hizib ini banyak dimiliki oleh para kyai dan pejuang kemerdekaan kita dulu. Mereka kebal senjata tajam dan peluru tidak mampu menebus tubuhnya. Karena sangat mematikan, hizib ini dilarang keras diamalkan oleh mereka yang belum cukup dewasa, sebab kalau salah niat bisa berakibat fatal dan tidak mendatangkan manfaat bagi kedamaian hidup di dunia dan akhirat.
                     
REDAKSI HIZIB BAHRI
بسـم الله الرحمن الرحيـم
يَا الله ياعَليُ يَاعَظيمُ يَاحَليمُ يَاعَليم
أنْتَ رَبِّي وَعِلْمُكَ حَسْبِي فَنِعمَ الْرَبُ رَبِي
وَنِعمَ الْحَسْبُ حَسْبِي تَنْصُرُ مَنْ تَشَاءُ وَاَنْتَ اْلعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ
نَسْاَلُكَ الْعِصْمَةَ فِى الْحَرَكَاتِ وَالسَّكَنَاتِ وَالْكَلِمَاتِ وَالْاِرَادَاتِ وَالْخَطَرَاتِ
مِنَ الشُّكُوْكِ وَالظُّنُوْنِ وَاْلاَوْهَامِ السَّاتِرَةِ لِلْقُلُوْبِ عَنْ مُطَالَعَةِ الْغُيُوْبِ
فَقَدِ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُوْنَ وَزُلْزِلُوْا زِلْزَالاً شَدِيْدًا
وَاِذْ يَقُوْلُ اْلمُنَافِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ فِى قُلُوْبِهِمْ مَرَضُ مَا وَعَدَنَا اللهُ وَرَسُوْلُهُ اِلاَّغُرُوْرًا
فَثَبِّتْنَا وَانْصُرْنَا وَسَخِّرْلَنَا هَذَا اْلبَحْرَ كَمَا سَخَّرْتَ اْلبَحْرَ لمُوْسَى وَسَخَّرْتَ النَّارَ ِلاِبْرَاهِيْمَ وَسَخَّرْتَ اْلجِبَالَ وَاْلحَدِيْدَ لِدَاوُدَ  وَسَخَّرْتَ الرِّيْحَ وَالشَّيَاطِيْنَ وَاْلجِنَّ لِسُلَيْمَانَ
وَسَخِّرْلَنَا كُلَ بَحْرٍهُوَ لَكَ فِى اْلاَرْضِ وَالسَّمَاءِ وَاْلمُلْكِ وَ اْلمَلَكُوْتِ
وَبَحْرَ الدُّنْبَا وَبَحْرَ اْلاخِرَةِ
وَسَخِرْلَنَا كُلََّ شَيْءٍ يَامَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوْتُ كُلُّ شَيْءٍ
كـهـيـعـص
Kaf ha ya ‘ain shad (3x)
اُنْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ
وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ
وَاغْفِرْلَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ اْلغَافِرِيْنَ
وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ اْلقَوْمِ الظَّاِلمِيْنَ
وَهَبْ لَنَا رِيْحًا طَيْبَةً كَمَا هِيَ فِى عِلْمِكَ
وَانْشُرْهَا عَلَيْنَا  مِنْ خَزَاِئنِ رَحْمَتِكَ
وَاحْمِلْنَا بِهَا حَمْلَ اْلكَرَا مَةِ مَعَ السَّلاَمَةِ وَ الْعَافِيَةِ فِي الدِّ يْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
اَللَّهُمَّ يَسِّرْلَنَا اُمُوْرَنَا مَعَ الرَّاحَةِ لِقُلُوْبِنَا وَاَبْدَانِنَا وَالسَّلاَمَةِ وَاْلعَافِيَةِ فِى دِيْنِنَا وَدُنْيَانَا
وَكُنْ لَنَا صَاحِبًا فِى سَفَرِنَا وَخَلِيْفَةً فِى اَهْلِنَا وَاطْمِسْ عَلَى وُجُوْهِ اَعْدَائِنَا
وَامْسَخْهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِِمْ فَلاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ اْلمُضِيَّ وَلاَاْلمجَِيْ ءَ اِلَيْنَا
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَى اَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوْا الصِّرَاطَ فَانَّى يُبْصِرُوْنَ
وَلَوْنَشَآءُ لمََسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَااسْتَطَاعُوْا مُضِيًّا وَلاَيَرْجِعُوْنَ
يس  وَاْلقُرْآنِ الْحَكِيْمِ  اِنَكَ لَمِنَ اْلمُرْسَلِيْنَ  عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ تَنْزِيْلَ اْلعَزِيْزِ الرَّحِيْم
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا اُنْذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُوْنَ لَقَدْحَقَّ اْلقَوْلُ عَلَى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لاَيُؤْمِنُوْنَ
اِنَاجَعَلْنَا فِى اَعْنَاقِهِمْ اَغْلاَلاً فِهَيَ اِلَى اْلاَذْقَانِ فَهُمْ مُقْمَحُوْنَ
وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنَهُمْ فَهُمْ لاَيُبْصِرُوْنَ
شَاهَتِ اْلوُجُوْهُ
وَعَنَتِ اْلوُجُوْهُ لِلْحَيِّ اْلقَيُّوْمِ. وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا
طس . حم . عسق
مَرَجَ اْلبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَيَبْغِيَانِ
حم
حُمَّ اْلاَمْرُ وَجَاءَ النَّصْرَ, فَعَلَيْنَا لاَ يُنْصَرُوْنَ
حم تَنْزِيْلُ الْكِتَابِ مِنَ اللهِ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ
غَافِرِالذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيْدِ الْعِقَابِ ذِى الطَّوْلِ لآ اِلَهَ اِلاَّهُوَ. اِلَيْهِ الْمَصِيْرُ
بِسْمِ اللهِ باَبُنَا . تَبَارَكَ حِيْطَانُنَا . يس سَقْفُنَا
كهيعص كِفَايَتُنَا * حم  عسق حِمَايَتُنَ
فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
سِتْرُ الْعَرْشِ مَسْبُوْلٌ عَلَيْنَا
وَعَيْنُ اللهِ نَاظِرَةٌ اِلَيْنَا
بِحَوْلِ اللهِ لاَيُقْدَرُ عَلَيْنَا
وَاللهُ مِنْ وَرَائِهِمْ مُحِيْطٌ . بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيْدٌ . فِى لَوْحٍ مَحْفُوْظٍ
فاللهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
اِنَّ وَلِيِّيَ اللهُ الَّذِيْ نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْن
حَسْبِيَ اللهُ لآ اِلَهَ اِلاَّهُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِى اْلاَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَآءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
أَعُوْذَ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّآمَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
وَلا حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَ بِاللهِ العَلىِ العَظِيمِ
وصلى الله على سيدنا محمد و على آله و صحبه وسلم
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Ya Allahu, Ya ‘Aliyyu, Ya ‘Azhiimu, Ya Haliimu, Ya ‘Aliim.
Anta rabbiy, wa ‘ilmuka hasbiy, fa ni’mar-rabbu rabbiy, wa ni’mal hasbu hasbiy,
tan-shuru man tasyaa-u wa antal ‘aziizur rahiim.
Nas-alukal ‘ishmata fil harakaati was-sakanaati wal kalimaati wal iradaati wal khataraati minash-shukuuki wa-dzunuuni wal awhamis-satirati lil quluubi ‘an muthaala’atil ghuyuub.
Faqadib tuliyal mu’minuuna wa zulziluu zilzaalan syadiida.
Wa idz yaquulul munaafiquuna wal-ladziina fi qulubihim maradun ma
wa’adanallahu wa rasuluhu illa ghuruura.
Fa tsabbitnaa wan-shurnaa wa sakh-khir lanaa hadzal bahr, kama sakh-khartal bahra li Musa, wa sakh-khartan naara li Ibrahim. Wa sakh-khartal jibaala wal hadiida li Dawud. Wa sakh-khartar riiha wash-shayaathiina wal jinna li Sulayman. Wa sakh-khir lana kulla bahrin huwa laka fil ardli was-samaa-i wal mulki wal malakuut. Wa bahrad-dunyaa, wa bahral aakhirah. Wa sakh-khir lanaa kulla shay-in ya man bi yadihi malakuutu kulli shay.
Unshurnaa fi-innaka khayrun-naashiriin.
Waf-tah lanaa fi-innaka khayrul fatihiin.
Wagh-fir lanaa fi-innaka khayrul ghafiriin.
War-hamnaa fi-innaka khayrur-rahimiin.
War-zuqnaa fi-innaka khayrur-raziqiin.
Wahdinaa wanajjinaa minal qawmizh-zhaalimiin.
Wa hab lanaa riihan thayyibatan kama hiya fi ‘ilmik.
Wan-shurhaa ‘alaynaa min khazaa-ini rahmatik.
Wahmilnaa bihaa hamlal karaamati ma’assalaamati wal ‘aafiyati fid-diini wad-dunyaa wal akhirah. Innaka ‘ala kulli shayin qadiir.
Allahumma yassir lanaa umuuranaa ma’arraahati li quluubinaa wa abdaaninaa was-salaamati wal ‘afiyati fi dunyanaa wa diininaa. Wa kul-lanaa sahiiban fii safarinaa wa khaliifatan fii ahlinaa. Wat-mis ‘alaa wujuhi a’daainaa. Wam-sakh hum ‘ala makaanatihim fala yasta-thii’uunal mudliyya walal majiyya ilayna.
Wa law nasyaa-u lathamasnaa ‘alaa a’yunihim fas-tabaqush-shiraatha fa-anna yubsiruun. Wa law nasyaa-u lamasakh naahum ‘alaa makaanatihim famas-tathaa’u mudiyyaw-wa laa yarji’uun.
Yaa siin. Wal Qur’aanil hakiim. Innaka laminal mursaliin. ‘Alaa shiraatim-mustaqiim. Tanziilal ‘aziizir-rahiim. Li tundzira qawmam-maa undzira aabaa-uhum fahum ghaafiluun. Laqad haqqal qawlu ‘alaa ak-tsaarihim fahum la yu’minuun. Innaa ja’alnaa fi a’naaqihim aghlaalan fa hiya ilal adzqani fahum muqmahuun. Wa ja’alnaa mim-bayni aydiihim saddaw-wa min khalfihim saddan fa-agh shaynaahum fahum laa yubsiruun.
Syaahatil wujuuh (3x)
Wa ‘anatil wujuuhu lil hayyil qayyuumi wa qad khaaba man hamalazhulma
Thaa siin. Ha miim. ‘Ain siin qaaf
Marajal bahrayni yaltaqiyaan. Baynahumaa barzakhul-la yabghiyaan.
Haa miim (7x)
Hummal amru wa jaa-an-nashru fa’alayna la yunsharuun.
Ha miim. Tanziilul kitabi minallahil ‘aziizil ‘aliim. Ghaafiridz-dzanbi wa qaabilit-tawbi shadiidil ‘iqaabi dzit-thawli la ilaha illa huwa ilayhil mashiir.
Bismillahi, baabuna. Tabaraka, hiithaanuna. Ya siin, saqfunaa. Kaf ha ya ‘ain shad, kifaayatuna. Ha miim ‘ain siin qaaf, himaayatuna.
Fasayakfikahumullaahu wa huwas-sami’ul ‘aliim (3x)
Sitrul ‘arsyi masbulun ‘alaynaa, wa ‘ainullaahi nazhiratun ilaynaa, bi hawlillahi la yuqdaru ‘alayna. Wallahu miw-waraaihim muhiith. Bal huwa Qur-aanum-majiid. Fi lawhim-mahfuuzh.
Fallahu khayrun haafizhaw-wa huwa arhamur-rahimiin (3x)
Inna waliy-yiyallahul-ladhii nazzalal kitaaba wa huwa yatawallash-shaalihiin (3x)
Hasbiyallahu laa ilaaha illa huwa ‘alayhi tawakkaltu wa huwa rabbul ‘arsyil ‘azhiim (3x)
Bismillahil ladzii la yadlurru ma’asmihi syay-un fil ardli wa laa fis-samaa-i wa huwas-sami’ul ‘aliim (3x)
Wa sallallahu ‘ala sayyidinaa Muhammadiw-wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallim.
Wa la hawla wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhiim (3x)
A’udzu bi kalimatillahit-taammati min syarri maa khalaq (3x)

Sejarah Hizb al-Bahr
Hizb ini diajarkan oleh Rasulallah S.A.W melalui mimpi Imam Abu Hasan asy-Syazili sewaktu beliau berdukacita di tengah-tengah Laut Merah.
Diceritakan, suatu hari Al-Imam ingin pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan fardu haji melalui jalan laut. Kapten kapalnya itu seorang nasrani (kristian). Di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba angin tidak lagi bertiup, ini membuatkan kapal yang al-Imam naiki tidak boleh berlayar. Bukan setakat sehari, malah berhari-hari. Semua awak-awak kapal menjadi gelisah dan berdukacita. Dalam kegelisahan inilah, Imam Abu Hasan asy-Syazili bermimpi bertemu Rasulullah S.A.W. Baginda S.A.W mengajarkan al-Imam akan hizib ini.
Apabila tiba waktu siang, al-Imam menyuruh kapten kapal itu bersiap-siap untuk berlayar. Dan ini menyebabkan kapten kapal itu kehairanan, lalu bertanya.
Kapten kapal : "Mana Anginnya, tuan?".
Jawab al-Imam : " Sudah! siap-siap, sekarang angin datang!".
Dengan Izin Allah S.W.T beberapa saat kemudian angin pun datang. Oleh kerana peristiwa yang luar biasa ini, kapten kapal yang seorang nasrani itu pun memeluk Islam. MasyaAllah.

SIAPA DIA IMAM TAREKAT SYAZILIAH / SYAZILIAH, SIDI ABUL HASAN SYAZULI / SYAZILI.

atau nama sebenarnya Abu Hassan Ali b. Abdullah b. Abdul Jabbar b. Tamim b. Hurmuz b. Hatim b. Qushoy b. Yusuf b. Yusya' b. Ward b. Abu Batthal Ali b. Ahmad b. Muhammad b. Isa b. Idris b. Abdullah b. al-Hasan al-Mutsanna b. al-Hasan b. Ali b. Abu Thalib Karamallahu wajhah suami Fatimah bt. Muhammad S.A.W.
Kaji dan dapatkan maklumat siapa dia Sayyidul Arifin Imammul Muttaqin wa QaddasALLAHU Sirrahu Imam Abil Hasan as Syazili ini sebelum mengatakan amalan yang dibawanya membawa pendamping jin dan kesesatan,......
Astagfirullah... Inilah amalan dalam kitab Syawariqul Anwar yang disusun oleh Al Marhum as Syyid Dr Muhammad bin Alawi al Maliki al Hasani....
Inilah amalan yang biasa di bumi anbiya' Mesir, Syria, Yaman hatta di Makkah al Mukarramah. Sudah menjadi kebiasaan sebelum dan selepas pengajian kitab Sh Nuruddin dan Sh Fahmi Zam zam di Masjid Sultanah Bahiyah, Masjid Rafiah Taman Uda, PAKSI,Rumah Tafaqquh Alor Star dan di Pondok Derang, kami membaca sama ada hizib bahar, hizib imam Nawawi dan Rattib al Attas...Di Kedah seingat saya bacaan 3 hizib wali Qutub ini ibarat membaca Yaasin pada malam Jumaat... Bagi orang2 alim dan soleh bacaan ini kerutinannya ibarat 'makan nasi' bagi mereka.... Malah sewaktu di Syria, sebelum muzakarah antara pelajar berlangsung kami pelajar2 Malaysia akan memulakan dengan membaca Hizib Bahar terlebih dahulu...
Alhamdulillah saya yang hina dina ini Allah telah memberi peluang menerima ijazahnya dari Sh Nuruddin yang merupakan anak murid Sh Yasin Fadani Musnidul ad Dunya wal Alam dan Sh Uthman Zein Makkatul Mukarramah. Beliau telah mengijazahkan amalan ni kepada kami sejak tahun 2001 lagi semasa di Pondok Derang dan begitu juga guru saya Sheikh Fahmi Zamzam an Nadwi al Maliki yang merupakan anak murid Maulana Sheikh Abul Hasan an Nadwi al Maliki dan juga Sh Muhammad Alawi al Maliki dan merupakan anak murid Sh Nadim as Syihabi Halab Syria dan gurunya Sh Fathullah al Jami. Sh Fahmi Zamzan juga adalah pengikut dan sheikh tarekat Syazili. Beliau juga juga mengambil amalan ni dari Sheiknya al alim al allamah Kiyai Syukri Yunus dari Darus Salam Martapura Indonesia dan kami menerima ijazahnya melalui kitab Bekal Akhirat...
WALLAHI saya tidak pernah mendengar pun dari mana2 guru2 saya dan kata2 ulamak serta mana2 tulisan di mana2 kitab bahawa mengamal hizib bahar atau mana2 amalan ulamak muktabar mempunyai side effect, risiko, keburukan, unsur sihir, unsur hitam, unsur jahat, kekhuatiran akan didampingi jin apabila beramal dengannya dan bala pengkhadaman jin yang membawa kepada kesesatan dan kesyirikan... Malah kami pelajar2 Insaniah yang alhamdulillah biiznillah diberi keketuan menghadiri pengajian tafaqquh dan berulang kali menerima ijazahnya dari guru yang pelbagai tidak pernah mendengar sepatah pun akan kata2 negatif berkenaan amalan ini dari guru2 kami..... dan merekalah sebenar2nya pro, arif dan mahir dengan amalan2 yang mereka ijazahkan.....
Apa2 kenyataan yang membawa kepada kekhuatiran umum untuk mengamalkan amalan para solihin ini adalah fitnah dan pengisytiharan perang kepada awliya' Allah....
Ini adalah komen kawan2 dalam forum kita: Tuab Arman:
Tahukah sahabat-sahabat apakah yang dikatakan hizbul bahr?? Hizb al-bahr ini adalah hizib yang termasyhur disamping dua hizib lagi iaitu hizb an-Nawawi dan Ratib Hadad. Ketiga-tiga ini adalah milik wali-wali Qutub. Wali Qutub ialah ketua para wali atau pusat para wali di dunia ini pada zamannya. Yang mana mereka ini adalah orang yang amat bertakwa kepada Allah secara zahir dan batin.
Tujuan asal amalan hizib-hizib adalah untuk membawa diri seseorang itu menjadi dekat dengan Allah S.W.T. Dalam arti kata lain, Mengharapkan redha Allah dalam mengamalkannya disamping melakukan amalan-amalan wajib seperti solat fardu, puasa, mengeluarkan zakat, jauhi maksiat dan sebagainya. Ini kerana Hizib adalah juga kategori doa atau zikir yang bertujuan memperkuat tauhid pengamal tersebut.
            Terdapat banyak keistimewaan @ kelebihan @ fadhilat bagi sesiapa yang mengamalkankan hizib-hizib ini. Antaranya mendapat redha Allah, sentiasa dalam keadaan hati yang tenang, terpelihara dari hasad dengki khianat orang, terpelihara dari gangguan jin, syaitan serta iblis dan sebagainya. Apapun kelebihan-kelebihan yang ada itu adalah kurniaan Allah kepada hamba yang diredhainya, maka kita sebagai hamba Allah hendaklah mengikhlaskan niat terhadap apa jua amalan yang dilakukan. Berkenaan kelebihan-kelebihan itu kita serahkan kepada Allah dan jangan mengharapkannya. Kerana setiap musihabah yang berlaku keatas kita terkadang ada hikmah disebaliknya dan terkadang menjadi kaffarah (balasan untuk menghapus dosa) atas dosa-dosa yang pernah kita lakukan, cukuplah yang penting kita mengamalkannya hanya mencari redha Allah S.W.T.
Kembali kepada Hizb al-Bahr, hizib inilah yang al-Imam selalu berwasiat kepada anak-anak muridnya supaya rajin dibaca, diamalkan dan diajarkan kepada anak-anak. Kerana di dalamnya mengandungi al-Ismul A'dzam (nama Allah yang Maha Agung).

Kenali al-Imam Abu Hassan asy-Syazili
Nama sebenar :
Abu Hassan Ali b. Abdullah b. Abdul Jabbar b. Tamim b. Hurmuz b. Hatim b. Qushoy b. Yusuf b. Yusya' b. Ward b. Abu Batthal Ali b. Ahmad b. Muhammad b. Isa b. Idris b. Abdullah b. al-Hasan al-Mutsanna b. al-Hasan b. Ali b. Abu Thalib Karamallahu wajhah suami Fatimah bt. Muhammad S.A.W.
Tempat lahir : Kampung Syazilah iaitu sebuah kampung di Afrika.
Tarikh lahir : 593 H.
Menetap :
Di Iskandariah iaitu sebuah bandar besar di Mesir menyebarkan ilmu dan menjadi Syeikh Tariqat asy-Syaziliah. Beliau seorang yang buta tetapi Alah telah gantikan dengan penglihatan yang terang benderang.
Wafat : Di padang Sahara Iz'aab pada 656 H dalam perjalanan menunaikan haji.
Nama lengkap Syeikh Abu Hasan As-Syazili ialah as-Syadzili Ali bin Abdillah bin Abdul-Jabbar, yang kalau diteruskan nasabnya akan sampai pada Hasan bin Ali bin Abu Talib
Syeikh Abu Hasan dilahirkan di Maroko tahun 593 H di desa yang bernama Ghimaroh di dekat kota Sabtah (dekat kota Thonjah sekarang). Imam Syadzili dan kelimuan
Di kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmi-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya dengan ilmu syariat yang memadahi.
Imam Syadzili dan Tariqah
Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili. Orang yang lebih dikenal sebagai sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana.
Asal muasal beliau ingin mencari jalan thariqah adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan para syekh yang ada di negeri itu. Di antara Syekh-syekh yang bisa membuat hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan syekh ini adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu thariqah.
Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.
Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang ke berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, "Di tempat mana aku bisa menjumpai seorang syekh (mursyid)?". Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas. Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda (mursyid). Dan inilah yang dialami oleh syekh Abu al-Hasan. Dalam pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq lainnya. Syekh Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, "Hai Abu al-Hasan engkau ini mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka kamu akan menemukannya".
Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan bertemu dengan Syekh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.
Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan (mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun menemuinya dan berkata, "Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar……". Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, "Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”
Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama Syekh Abdussalam, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini.
Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada Syadzili adalah, "Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu".
Tentang nama Syadzili
Kalau dirunut nasab maupun tempat kelahiran syekh agung ini, tidak didapati sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzili. Dan memang, nama tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah.
Dalam hal ini Abul Hasan sendiri bercerita : "Ketika saya duduk di hadapan Syekh, di dalam ruang kecil, di sampingku ada anak kecil. Di dalam hatiku terbersit ingin tanya kepada Syekh tentang nama Allah. Akan tetapi, anak kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah bajuku, lalu berkata, "Wahai, Abu al–Hasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh tentang nama Allah, padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari, maksudnya nama Allah telah berada dalam hatimu. Akhirnya Syekh tersenyum dan berkata, "Dia telah menjawab pertanyaanmu".
Selanjutnya Syekh Abdussalam memerintahkan Abu al-Hasan untuk pergi ke daerah Afriqiyyah tepatnya di daerah bernama Syadzilah, karena Allah akan menyebutnya dengan nama Syadzili –padahal pada waktu itu Abu al-Hasan belum di kenal dengan nama tersebut-.

Sebelum berangkat Abu al-Hasan meminta wasiat kepada Syekh, kemudian dia berkata, "Ingatlah Allah, bersihkan lidah dan hatimu dari segala yang mengotori nama Allah, jagalah anggota badanmu dari maksiat, kerjakanlah amal wajib, maka kamu akan memperoleh derajat kewalian. Ingatlah akan kewajibanmu terhadap Allah, maka kamu akan memperoleh derajat orang yang wara'. Kemudian berdoalah kepada Allah dengan doa, "Allahumma arihnii min dzikrihim wa minal 'awaaridhi min qibalihim wanajjinii min syarrihim wa aghninii bi khairika 'an khairihim wa tawallanii bil khushuushiyyati min bainihim innaka 'alaa kulli syai'in qadiir".
Selanjutnya sesuai petunjuk tersebut, Syekh Abu al-Hasan berangkat ke daerah tersebut untuk mengetahui rahasia yang telah dikatakan kepadanya. Dalam perjalanan ruhaniah kali ini dia banyak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang telah dialami oleh para wali-wali pilihan. Akan tetapi dengan cobaan tersebut justru semakin menambah tingkat keimanannya dan hatinya semakin jernih.
Sesampainya di Syadzilah, yaitu daerah dekat Tunis, dia bersama kawan-kawan dan muridnya menuju gua yang berada di Gunung Za'faran untuk munajat dan beribadah kepada Allah SWT. Selama beribadah di tempat tersebut salah satu muridnya mengetahui bahwa Syekh Abu al-Hasan banyak memiliki keramat dan tingkat ibadahnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.
Pada akhir munajat-nya ada bisikan suara , "Wahai Abu al-Hasan turunlah dan bergaul-lah bersama orang-orang, maka mereka akan dapat mengambil manfaat darimu, kemudian beliau berkata: "Ya Allah, mengapa Engkau perintahkan aku untuk bergaul bersama mereka, saya tidak mampu" kemudian dijawab: "Sudahlah, turun Insya Allah kamu akan selamat dan kamu tidak akan mendapat celaan dari mereka" kemudian beliau berkata lagi: "Kalau aku bersama mereka, apakah aku nanti makan dari dirham mereka? Suara itu kembali menjawab : "Bekerjalah, Aku Maha Kaya, kamu akan memperoleh rizik dari usahamu juga dari rizki yang Aku berikan secara gaib.
Dalam dialog ilahiyah ini, dia bertanya kepada Allah, kenapa dia dinamakan syadzili padahal dia bukan berasal dari syadzilah, kemudian Allah menjawab: "Aku tidak mnyebutmu dengan syadzili akan tetapi kamu adalah syadzdzuli, artinya orang yang mengasingkan untuk ber-khidmat dan mencintaiku”.
Imam Syadzili menyebarkan Tariqah Syadziliyah
Dialog ilahiyah yang sarat makna dan misi ini membuatnya semakin mantap menapaki dunia tasawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup. Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini.
Di Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu al-Hasan al-Shaqli dan Abu Abdillah al-Shabuni.
Popularitas Syekh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar di telinga Qadhi al-Jama'ah Abu al-Qasim bin Barra'. Namun aroma ini perlahan membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi.
Sultan meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan dan Qadhi Abul Qosim. Hadir di situ juga para pakar fiqh. Pertemuan tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syekh Abu al-Hasan.
Banyak pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam Syafi'I, dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia. Dan nyatanya bukan kehinaan yang menimpa wali besar.
Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak memenuhi berbagai lapisan masyarakat.
Qadhi Abul Qosim menjadi tersentak dan tertunduk malu. Bukan hanya karena jawaban-jawaban as-Syadzili yang tepat dan bisa menepis semua tuduhan, tapi pengakuan Sultan bahwa Syekh Abu al-Hasan adalah termasuk pemuka para wali. Rasa iri dan dengki si Qadhi terhadap Syekh Abu al-Hasan semakin bertambah, kemudian dia berusaha membujuk Sultan dan berkata: "Jika tuan membiarkan dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari singgasana".
Ada pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama' fikih untuk keluar dari balairung dan menahan Syekh Abu al-Hasan untuk dipenjara dalam istana.
Kabar penahanan Syekh Abul Hasan mendorong salah seorang sahabatnya untuk menjenguknya.
Dengan penuh rasa prihatin si karib berkata, "Orang-orang membicarakanmu bahwa kamu telah melakukan ini dan itu". Sahabat tadi menangis di depan Syekh Abu al-Hasan lalu dengan percaya diri dan kemantapan yang tinggi, Syekh tersenyum manis dan berkata, "Demi Allah, andaikata aku tidak menggunakan adab syara' maka aku akan keluar dari sini –seraya mengisyaratkan dengan jarinya-. Setiap jarinya mengisyaratkan ke dinding maka dinding tersebut langsung terbelah, kemudian Syekh berkata kepadaku: "Ambilkan aku satu teko air, sajadah dan sampaikan salamku kepada kawan-kawan. Katakan kepada mereka bahwa hanya sehari saja kita tidak bertemu dan ketika shalat maghrib nanti kita akan bertemu lagi".
Syeikh as-Syadzili tiba di Mesir
Tunis, kendatipun bisa dikatakan cikal bakal as-Syadzili menancapkan thariqah Syadziliyah namun itu bukan persinggahan terakhirnya. Dari Tunis, Syekh Abu al-Hasan menuju negara kawasan timur yaitu Iskandariah. Di sana dia bertemu dengan Syekh Abi al-Abbas al-Mursi. Pertemuan dua Syekh tadi memang benar-benar mencerminkan antara seorang mursyid dan murid.
Adapun sebab mengapa Syekh pindah ke Mesir, beliau sendiri mengatakan, "Aku bermimpi bertemu baginda Nabi, beliau bersabda padaku : "Hai Ali… pergilah ke Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut kepadaku”.
Di Iskandariah beliau menikah lalu dikarunia lima anak, tiga laki-laki, dan dua perempuan. Semasa di Mesir beliau sangat membawa banyak berkah. Di sana banyak ulama yang mengambil ilmu dari Syekh agung ini. Di antara mereka adalah hakim tenar Izzuddin bin Abdus-Salam, Ibnu Daqiq al-Iid , Al-hafidz al-Mundziri, Ibnu al-Hajib, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur, dan yang lain-lain di Madrasah al-Kamiliyyah yang terletak di jalan Al-muiz li Dinillah.
Karamah Imam Syadzili
Pada suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya.
Sembari merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan Syekh Syadzili karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syekh Abu al-Hasan. Dan demi melepaskan 'kutukan' ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syekh Abu al-Hasan meminta maaf kepada Syekh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami cobaan baik harta maupun agamanya.
Di antara karomahnya adalah, Abul Hasan berkata, "Ketika dalam suatu perjalanan aku berkata, "Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara , "Yaitu apabila kamu berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama' dan para penguasa.
Suara itu berkata kepadaku, "Andaikata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama', maka kamu tidak akan menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku berikan untukmu".
Di antara karomah sudi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqh menentang Hizib Bahr, Syekh Syadzili berkata, "Demi Allah, saya mengambil hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap huruf)".
Di antara karomah Syekh Syadzili adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus. Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, "Bagaimana seorang Syekh menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?, sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia".
Tiba-tiba Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, "Pakaian kamu ini adalah pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu. Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya dan terjaga dari meminta-minta".
Sadar akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili seraya berkata, "Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh". Rupanya hati Syekh terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh berkata, "Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul khatimah".

Syeikh Syadzili Wafat
Syekh Abu al-Abbas al-Mursy, murid kesayangan dan penerus thariqah Syadziliyah mengatakan bahwa gurunya setiap tahun menunaikan ibdah haji, kemudian tinggal di kota suci mulai bulan Rajab sampai masa haji habis. Seusai ibadah haji beliau pergi berziarah ke makam Nabi SAW di Madinah. Pada musim haji yang terakhir yaitu tahun 656H, sepulang dari haji beliau memerintahkan muridnya untuk membawa kapak minyak wangi dan perangkat merawat jenazah lainnnya. Ketika muridnya bertanya untuk apa kesemuanya ini, beliau menjawab, "Di Jurang Humaistara (di propinsi Bahr al-Ahmar) akan terjadi kejadian yang pasti. maka di sanalah beliau meninggal.
***sedikit perkongsian info- kita hadiahkan al fatihah utk as-Syeikh Abu Hassan As-Syazali al wali qutub...al Fatihahhh...

No comments: